Selasa, 28 November 2017

What a Journey! Kia Ora

Hari itu tanggal 4 bulan November tahun 2017, aku harus ke bandara sebelum dzuhur karena pesawat jam 1530. Paling tidak jam 1330 aku harus tiba. Perjalanan ke Jakarta dengan kereta listrik tidak pasti meskipun hari sabtu, meskipun paling tidak agak lengang. Aku agak telat, kereta ke Jakarta baru kunaiki hampir jam 1200. Seharusnya aku tiba di Gambir jam 1300, itu telah lewat 15 menit. Saat tiba di halte Damri, bus bandara sudah jalan, terpaksa harus naik bus berikutnya yang jalan 15 menit lagi. Lalu lintas ke bandara agak merah kulihat di maps, itu artinya macet, aku sangsi bisa tiba dalam 30 menit. Padahal penerbangan ke luar negeri harus tiba 2 jam sebelumnya. Benar saja, baru saja masuk ke dalam tol,  kendaraan sudah berjalan merayap. Kuulangi membuka maps, menghitung lama perjalanan, dan sepertinya akan telat. Jika aku tidak membawa paspor pak Haryo dan uang jalan tak mengapa, masalahnya uang jalan dan paspor aku yang pegang. Kacau, bisa-bisa gagal berangkat cemasku. Sebenarnya macet di tol hanya di pertemuan dengan tol JORR, setelahnya itu lancar.

Aku mengabari Aleik kalau jalan macet dan agak telat. Pak Haryo sudah di bandara setengah jam yang lalu. Bodoh kau Nico, kenapa tadi tak naik taksi saja, lebih cepat. Kau bisa lewat JORR, dalam setengah jam kau akan tiba di bandara!. Hatiku semakin was was, di boarding pas kulihat jam 1445 bagasi drop, sementara sekarang sudah 1430 aku masih di dalam bis, terjebak macet di tol. Sepanjang jalan aku istighfar, berdoa semoga Allah memberi kemudahan. Sesekali kulihat ke kaca depan mobil ingin memastikan bahwa tidak ada kecelakaan yang membuat macet ini, semoga hanya karena pertemuan jalur tol JORR.

Sesaat kemudian Aleik memberitahu kalau boarding jam 1515. Cukup lega mendengarnya, aku masih punya 30 menit menuju bandara. Setiap detik dan menit kuhitung, dikira, aku akan sampai di terminal 2 jam 1500. Lepas dari macet, belum melegakan perasaanku, karena masih ada pintu tol dan pemeriksaan petugas Damri. Belum lagi nanti bus akan ke terminal 3 dulu, terminal 1 dan terakhir baru ke terminal 2, bodohnya aku. Lagi-lagi aku memaki diriku, kenapa aku naik Damri, sepanjang sisa perjalanan aku hanya bisa menyesali keputusanku.

Allah menyelamatkanku, aku berlari saat bus berhenti di terminal internasional 2D, kupercepat gerakan saat melewati pemeriksaan, untung penumpang tidak terlalu ramai, tepat jam 1455 aku tiba di konter Check in Malaysia Airlines, disitu sudah sepi, satu konter sudah tutup, bergegas kuhampiri petugasnya. Raut ramah wajah petugas menenangkan aku, kuserahkan paspor ku dan pak Haryo dan handphone. Petugas itu bertanya apakah penumpang yang satu lagi sudah tiba. Aku bilang ya. Kuhubungi pak Haryo, ternyata beliau masih di lobby luar bersama aleik. Kulihat mereka mulai masuk. Aku hampiri pak Haryo dan meminta maaf aku sangat telat. Akhirnya boarding pass kami dapatkan dan 10 menit lagi baru akan masuk ke pesawat. Malaysia Airlines kami pilih karena murah, selain itu meski harus transit di Kuala Lumpur namun kami tak memerlukan visa. Opsi lainnya waktu itu naik Qantas, namun kami ragu apakah harus mengurus visa transit atau tidak, meski di situs imigrasi Australia mengatakan warga negara Indonesia tidak perlu visa transit jika kurang dari 72 jam. Lagipula Malaysia Airlines makanannya terjamin halal.

Seperti biasa, di bandara Soetta, waktu untuk take off dan landing cukup lama, pesawat harus antri. Tidak seperti Kuala Lumpur Airport yang landasannya ada 3, di Soetta dengan hanya 2 landasan dan lalu lintas pesawat yang tinggi jadilah waktu antrinya lebih lama. Penerbangan ke KL hanya 2 jam, jam 1800 atau 1900 waktu KL pesawat mendarat. Kami shalat magrib di surau bandara. Jam 2130 kami masuk ke boarding room dan bersiap masuk ke pesawat. Setelah semua siap, pesawat kemudian take off menuju Auckland.

Entah mengapa selama di pesawat tubuhku merasa sangat fit. Tidak seperti biasanya yang selalu mual, padahal makanannya juga tidak terlalu enak. Kecuali Snack kacang masinnya, aku suka. Pukul 1300 pesawat mendarat di Auckland. Setelah proses imigrasi selesai, selanjutnya pemeriksaan bea cukai. Aku agak khawatir, pemeriksaannya akan ketat, peringatan untuk membuang bahan makanan terpampang sepanjang jalan ke bea cukai, kalau ketahuan dan tidak dilaporkan maka didenda. Aku tuliskan bawa makanan dalam form bea cukai karena aku dan aleik membawa beberapa Snack dari Indonesia. Saat ditanya oleh 2 ibu petugas bea cukai bandara apa makanan yg kami bawa, aku katakan hanya bawa Snack, kacang masin atau peanut. Aleik ditanya ada yang lain dibawa, ya, bawa obat-obatan. Pemeriksaan seperti itu yang penting kita harus jujur. Petugasnya juga tersenyum saat kami berterus terang. Dan akhirnya kami lewat saja, terakhir bagasi kami masuk mesin pemindai lagi, lalu selesai.

Sampai di luar sudah pukul 1400, itu artinya jadwal bus sudah lewat. Kami harus segera memesan bus berikutnya. Setelah mencari informasi di pusat informasi, bus berikutnya juga sudah penuh. Pihak informasi menawarkan opsi naik bus travel yang biayanya 2 kali lipat. Ya mau bagaimana lagi, akhirnya kami pesan bus travel ke Rotorua itu. Kami memang dari awal tidak mem-booking bus intercity ke Rotorua karena takut proses imigrasi dan bea cukai akan lama. Bus travel baru akan siap jam 1800, jadi kami masih bisa makan siang dan shalat dulu. Kami makan siang di lantai 2, disitu ada KFC, sembari menunggu pesanan, kami bergantian shalat. Tempat shalat di terminal internasional bandara Auckland terletak di lantai 2 mengarah ke toilet lalu menuju ke sebuah lorong terbuka. Di tengah lorong itu dibentangkan Karpet seukuran 3x3 meter dan diberi tulisan di dindingnya "Moslem Pray Area". Juga tersedia setumpuk sajadah dan beberapa alquran disana.

Pukul 1800, setelah menunggu 3 orang penumpang tujuan Hamilton, bus travel berangkat. Bus itu adalah Mercedes van dengan kapasitas 12 penumpang, di bagian belakang ada ruang untuk bagasi. Bersama kami ada seorang wanita paruh baya, sepertinya dia pekerja kantoran, karena hampir sepanjang perjalanan ia membalas email di handphone nya. Dua penumpang lainnya adalah pasangan muda yang membawa bayi, sepertinya mereka baru kembali dari liburan. Mereka semua turun di Hamilton, kota di antara Auckland dan Rotorua. Supir travel kami bernama Jhony, ia keturunan India, namun sudah lama di NZ. Pukul 2000 Setelah mengantar 3 penumpang tadi, Jhony mengatakan harus mengisi bahan bakar dulu, perjalanan ke Rotorua masih 2 jam lagi. Dari Auckland hingga ke Rotorua aku melihat beberapa ruas jalan masih diperbaiki, namun tidak terdapat kemacetan karenanya. Di kiri dan kanan terhampar padang rumput yang luas dibatasi pagar sebagai padang ternak domba, sapi dan kuda. Melintasi jalan menuju Rotorua di kegelapan malam, Jhony memacu Mercedes nya di atas 80 km/jam, dia harus kembali lagi ke Auckland setelah mengantarkan kami.

Pukul 2150 kami tiba di Ledwich Lodge Motel, di tepi danau Rotorua. Lampu ruang resepsionis motel masih menyala, Aleik sebelumnya sudah mengabarkan kalau kami tiba agak larut. Kami langsung memanggil pemilik motel, sesaat keluar lelaki gendut dari pintu belakang. Halo! sahutnya menyambut kami hangat, lalu ia mulai menyiapkan administrasi dan kunci kamar kami. Jhony waktu itu langsung pamit, kami berterima kasih kepadanya sudah diantar dengan selamat. Setelah membayar penginapan selama 7 hari kedepan, Webb nama pemilik motel itu, mengantar kami ke kamar. Pak Haryo di lantai bawah, aku dan Aleik di lantai atasnya. Motel itu memiliki sekitar 14 kamar, setiap kamar dilengkapi kasur dan sofa, bisa untuk bertiga. Di dalamnya ada kamar mandi dan dapur lengkap dengan alat masak.

Setelah menaruh barang, kami langsung keluar mencari makan. Itu sudah jam 2200, sebagian besar restoran sudah tutup sejam yang lalu. Setelah memutar berusaha mencari tempat makan, akhirnya kami kembali ke EatStreat. Kawasan restoran di Rotorua, ada satu restoran yang masih buka. Kami memesan roti bawang, kentang, ayam dan goreng cumi, beserta air putih, lumayan untuk mengganjal perut malam ini. Setelah makan malam yang larut, kami kembali ke hotel dan bersiap untuk acara besok.

Pagi itu aku tak bisa tidur, efek jet lag masih mengacaukan pola istirahat tubuhku, suhu dingin ruang kamar juga mengganggu tidurku. Aku hanya sarapan sisa kentang dari KFC kemarin siang, kami tak sempat membeli makanan pagi ini, meskipun sempat, kami lebih memilih istirahat. Jam 0850 kami  menuju ke tempat acara. Tiba disana acara penyambutan oleh suku Maori sudah dimulai. Istirahat sore aku keluar ke ISite membeli tiket bus pulang, takut kami tak kebagian lagi. Aku pesan bus jam 1600 ke Auckland Internasional airport hari Jumat, itu setelah acara Eksekursi.

Hari pertama yang melelahkan,  pak Haryo bahkan sempat down karena tidak sarapan. Jadilah sore itu kami berbelanja ke market membeli bahan makanan untuk sarapan. Sebelum pulang kami mampir membeli lauk ayam dan domba di Mecca Kebab. Sampai di hotel, aku langsung menanak nasi, perutku sudah terasa lapar. Setelah magrib kami makan malam, itu pukul 1930, disini lagi di akhir musim semi, waktu siang lebih panjang. Cuaca musim semi ini tak menentu, meski sering cerah lusa diperkirakan akan hujan deras, suhu di siang hari sekitar 14 derajat celcius, di malam hari bisa turun hingga 9 derajat.

Keesokan pagi kami agak telat ke acara, malam itu efek jetlag belum juga hilang, pola tubuhku semakin kacau, meskipun suhu dingin tidak mengganggu lagi sejak heater di samping tempat tidurku kunyalakan kemarin siang. Malam tadi aku mencoba tidur jam 2000, tengah malam aku sudah terbangun dan tak bisa tidur lagi hingga pagi, meskipun mencoba, pak Haryo juga sama. Di toko Asia Market kemarin kami beli indomie, beras, dan cemilan, kami juga mampir ke ParknSave membeli telur, udang, lalapan dan snack. Nasi dan mie itulah yang dimasak Aleik jadi nasi goreng untuk sarapan pagi tadi ditambah lauk makan malam yang masih tersisa.

Malam ini kami tak perlu masak makan malam karena ada acara formal dinner. Makanan di Novotel malam ini sangat enak dibanding makan siang 2 hari ini, panitia menyajikan banyak masakan sea food yang lezat. Alhamdulillah sewaktu mengirimkan form registrasi peserta aku mencantumkan permintaan makanan halal ke panitia dan selama 2 hari ini kami tidak menemukan makanan dari babi. Saat pulang ke hotel aku pastikan akan tidur jika benar-benar mengantuk biar tidurku bisa lelap.

Aku bangun pukul 0430 subuh itu dan langsung shalat. Setelah tidur lagi sebentar pagi itu, aku dan Aleik menyiapkan sarapan pagi, dengan telur dan mie. Hari ini kami telat lagi ke pertemuan hari ke 3, sekitar 5 menit, itu karena hujan deras sekali, untung sudah berhenti pas jam 9. Istirahat makan siang kami selalu kembali ke hotel untuk shalat. Sore itu kami mengelilingi kota Rotorua, melihat toko-toko penjual suvenir.

Hari kamis adalah pertemuan terakhir. Sore harinya kami ke kota lagi, membeli suvenir dan makanan. Waktu itu sedang ada acara di pusat kota, ada festival makanan. Kami kembali ke hotel dengan membawa penuh belanjaan.

Hari terakhir di Rotorua, tuan rumah mengajak para peserta ke Agrodome, sebuah tempat atraksi domba, lucu. Di awal acara dipertontonkan berbagai jenis domba, lalu pertunjukan anjing penggembala domba, mencukur domba, memberi makan sapi dan bayi domba, lucu.

Hiburan domba lucu di Agrodome

Kawah belerang di Te Puia

Asal suku Maori

Setelah membeli beberapa suvenir dan menikmati kue yang disediakan panitia, perjalanan kami lanjutkan. panitia menyediakan 2 bus besar. Tujuan berikutnya adalah Te Puia, sebuah kampung suku Maori. Selain melihat museum suku Maori disana kami melihat kawah belerang sumber air panas. Rotorua pada zaman dahulu adalah pegunungan besar yang meletus. Di sekitar Rotorua banyak ditemui sumber mata air panas hingga hari ini. Dari Te Puia aku baru tahu jika suku Maori berasal dari Indochina, mereka menyebar melalui Kalimantan dan terus berlayar hingga ke Selandia Baru, sebagian dari mereka berlayar ke Utara menuju Hawai dan pulau sekitarnya. Beberapa kata seperti "Lima, Mata" merupakan kata-kata di nusantara yang juga sama digunakan suku Maori. Pukul 1500, kami kembali ke hotel dan langsung bersiap menuju stasiun bus karena bus ke Auckland pukul 1615.

Tepat pukul 1615 bus yang kami tumpangi tiba.



akan dilanjutkan nanti ya...

Cabut Bungsu

Saya baru tahu ada gigi yg baru tumbuh saat sudah kita dewasa. Gigi bungsu namanya. Letaknya paling belakang.  Dulu saya sering menghitung j...