Rabu, 13 Januari 2016

Cilebut Macet? How Could It Be...

Macet macet macet... Ane mo liwat kaga bisa, noh angkot pada ngetem sembarangan depan pintu stasiun! Woi! kaga mikir Lu, tiiin...tiiiiiin...berenti sembarangan! 

Catatan ini dibuat untuk memberikan pemahaman yang berbeda tentang situasi kemacetan di Cilebut, tulisan ini mewakili suara orang-orang di Cilebut yang hanya bisa menerima keadaan klo kampung mereka sekarang telah macet.

Ya, macet! kata yang dulu identik dengan Jakarta kini juga pindah ke Cilebut. Bagaimana bisa (how could it be)? kampung kecil di pinggiran Kota Bogor, tiada mall, tiada SPBU, pasar hanya seupil, dan sebagian udah tergusur, bisa ketularan penyakit lalu lintas Jakarta. Oh tidaaak!

Dulu, di tahun 2011, salah satu alasan saya memilih membeli rumah tinggal di Cilebut karena dekat dengan akses kereta, hanya 5 menit dari stasiun ke rumah dengan motor, bahkan di iklan perumahan saya waktu itu hanya 15 menit ke tol Bogor BORR. Saya tidak memilih rumah di sekitar stasiun Bojong Gede yang lebih dekat ke Jakarta satu stasiun dibanding Cilebut karena disana waktu itu sudah macet oleh Angkot. Tapi kini lima tahun setelah tinggal di Cilebut, Cilebut pun ikut macet, sama seperti Bojong Gede, macet di sekitar stasiun.

Dari pengamatan saya, meskipun tidak benar-benar mengamati, macet di sekitar stasiun Cilebut paling sering terjadi di pagi dan sore hingga malam, saat berangkat dan pulang kerja. Dulu mungkin macet atau antrian kendaraan di Jl. Pendidikan situ dari arah Kayu Manis menuju stasiun paling hanya sampai kantor desa, kini bisa sampai Alfa Midi bahkan lebih. Lalu antrian di jalan raya Bojong Gede Cilebut dari arah Jalan baru menuju stasiun hanya sekitar pasar (dulu), kini bisa sampai perumahan PMI. Artinya ini menunjukkan antrian kendaraan yang mau lewat di stasiun Cilebut makin tahun makin panjang.  Nah, lantas kita bertanya apa sih yang menyebabkan macet disana? karena Angkot? atau Ojek? tukang gorengan? karena penumpang kereta? atau ada yang lain. Angkot kan dari dulu sudah ada dan setahu saya jumlahnya tidak bertambah. Ojek? jumlah mereka sih bertambah tapi apa iya ojek menyebabkan macet. 

Kesemua dugaan penyebab macet di atas mungkin ada benarnya. Mereka para Angkot dan Ojek seenaknya berhenti di jalan sempit yang hanya muat dilalui dua mobil, dengan dalih menunggu penumpang untuk mengejar setoran dan sesuap nasi. Selain itu, Ojek-ojek yang berjejer sepanjang jalan stasiun menambah sempit jalan yang sudah sempit, mereka tidak malu-malu kucing bahkan penuh percaya diri dan tanpa merasa berdosa memarkirkan sepeda motornya persis di depan pintu keluar stasiun, mungkin dalam hati mereka ampe bilang gini ‘Gua anak kampung dimarih, mau ape lu, Gua kang ojek lagi kerja’, iyalah tapi biase aje kalee, Bang. 

Tentu saja abang sedang kerja mencari nafkah buat keluarga, tapi apa yang abang lakukan telah menimbulkan kemacetan di sekitar stasiun. Belum lagi mereka tuh berebutan lahan sama tukang jualan di pinggir jalan, maklum akses tinggi merupakan modal jualan, semakin dekat dengan pembeli berarti kemungkinan transaksi jual beli lebih banyak. Jadilah semuanya bersatu padu me-macet-kan simpang tiga stasiun itu, dan sepertinya mereka tak ada yang peduli, tinggallah para pejalan kaki yang berjalan dengan muka kesal kadang menggerutu menerobos barisan kendaraan yang terhenti.

Dan juga penumpang kereta bila mereka turun dengan jumlah ratusan mereka juga sukses membuat jalanan macet. Kebanyakan penumpang berjalan menyeberang ke arah Kayu Manis sebagian langsung naik angkot dan ojek dari depan stasiun.

Simpang tiga stasiun itu sedikit agak lancar kalo ada bapak petugas polisi atau dishub yang berdiri disana marah-marahin tuh sopir angkot dengan sedikit ‘priiit...priiit...’ semua minggir, dalam situasi begitu tuh abang-abang ojekpun ikut rapi menjauh dari pintu stasiun, para kang ojek lalu dengan muka agak selow sambil melambai ke penumpang kereta dari jauh karena diusir petugas, para penumpang kereta yang baru saja turun dan merasa sebentar heran jalanan jadi lega, tapi sayangnya bapak petugas itu cuma hadir kadang-kadang saja, lebih banyak ngga hadirnya, mungkin mereka juga pusing.

Tapi tunggu dulu, mungkin bukan hanya itu penyebab macet. Lihatlah Cilebut sekarang, kebun-kebun jambu (biji) telah berubah menjadi kawasan hunian dengan ratusan hingga ribuan unit rumah dan hampir semuanya telah dihuni. Lahan kosong kini telah berganti menjadi kawasan hunian strategis dengan iming-iming akses kereta dan jalan tol BORR. Maka laris manislah perumahan itu, ada akses kereta, dekat dengan tol dan di pinggiran kota Bogor pula dan bisa anda bayangkan bila di setiap rumah itu punya motor atau mobil, lalu keluar dalam waktu bersamaan, berangkat kerja dan pulang kerja melewati jalan sempit, ya pastilah macet. Jadi dengan adanya akses kereta dan jalan tol, kampung Cilebut menjadi sangat menarik, kampung yang dulu sepi bahkan jumlah ternaknya dan jambunya lebih banyak dari manusianya kini perlahan berubah menjadi seperti sesak dengan perumahan baru. 

Saya mau membandingkan jumlah penduduk dulu tahun 2000an dengan yang sekarang (2015) cuma datanya ngga nemu, yang ada hanya data penduduk tahun 2012. Jumlah penduduk di dua desa yaitu di desa Cilebut timur pada tahun 2012 (BPS, 2014) mencapai 18 ribu jiwa dan kepadatannya 14 ribu/km2 dengan jumlah rumah tangga 4 ribu kk sementara desa Cilebut barat 27 ribu jiwa dengan kepadatan 6 ribu-jiwa/km2 dan jumlah rumah tangga 6 ribu kk. Jumlah itu dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya perlahan namun jelas terus bertambah, artinya orang yang tinggal di Cilebut terus bertambah banyak bahkan sebenarnya lebih dari angka itu karena masih banyak warga Cilebut tapi KTPnya daerah lain.

Pertumbuhan jumlah penduduk (dan kendaraannya juga) tidak diimbangi dengan pertumbuhan jalan, makanya kita kadang merasa ‘koq jalan semakin rame’ atau ‘koq sepertinya jalan semakin sempit’ atau ‘koq move-on nya lama banget (#kebawa edisi pilpres)’. Kembali lagi ke macet di simpang tiga stasiun, lantas apa yang bisa diperbuat untuk mengurai macet di pagi dan sore hari disana itu? Saya mulai memberikan beberapa jalan keluar dari pemikiran saya yang tentu harus dikaji lagi dengan ahlinya (yang jelas bukan Fauzi Bowo), pemikiran orang yang paham sedikit, saya mulai dari yang paling sulit.

Pertama, kesadaran semua pihak, ini yang paling paling paling sulit. Mereka tuh para penyebab macet musti sadar tindakan mereka merugikan orang lain, jalanan jadi stag diem kaga gerak. Para sopir angkot musti sadar klo mereka dkk adalah biang tersendatnya lalu lintas, mereka harus teratur ngetem dan berada jauh dari pintu stasiun. Begitupun kang ojek, mereka harus sadar, mereka tidak boleh berada di daerah yang mengakibatkan arus lalu lintas jadi tersendat (bagusnya sih dibuatin tempat khusus). Sama juga dengan tukang jualan mereka tidak boleh berdagang di area pejalan kaki di sekitar stasiun, maksudnya ya berilah ruang buat orang jalan kaki. 

Kenapa saya taruh kesadaran jadi yang pertama dan sulit, karena mengubah kebiasaan atau budaya butuh puluhan tahun (klo ngga pakai aturan keras). Tapi masalahnya kita sering mengambil jalan pintas dengan membuat aturan dari pada mengajak orang untuk sadar dan berubah. Lebih memilih harus ada petugas hadir untuk mengatur lalu lintas (sifat kita yang selalu terbiasa dilayani orang lain) daripada merubah kebiasaan. Meskipun sulit, melalui komunikasi dengan mereka dan mengajak untuk berubah maka hal ini merupakan cara termurah untuk mengubah keadaan. Tapi pertanyaan yang tersisa, siapa yang harus melakukannya? karena ini butuh konsistensi.

Kedua, pemda Kab. Bogor harus buat jalan baru di Cilebut, sehingga ada alternatif pilihan orang tidak lagi melewati simpang tiga stasiun, meskipun tidak memecahkan masalah utamanya tapi arus lalu lintas akan berkurang sedikit dengan adanya jalan alternatif, orang akan menghindari lewat simpang tiga stasiun di pagi dan sore hari. Tapi ini hanya berlaku sebentar, paling kuat 5 tahun, karena dari apa yang saya pelajari di sekolah ini seperti 'lingkaran setan', "Macet karena banyak kendaraan lalu bangun jalan baru, lalu lancar, trus kendaraan tambah banyak lagi, lalu muncul macet lagi", seperti ga habis habis siklusnya.

Ketiga, mau ngga itu PT. KAI menambah dan/atau memindahkan pintu stasiun terutama yang sisi barat (jalan raya), seandainya pintu dibuat agak jauh dari simpang tiga Cilebut dan dibuat pintu utara dan selatan maka konsentrasi macet akan terpecah tidak lagi di sekitar simpang tiga itu. Pergerakan masuk dan keluar penumpang kereta sangat berpengaruh dengan kelancaran lalu lintas di sekitar stasiun, angkot dan ojek ngetem ya karena adanya penumpang itu.

Keempat, anda, ya anda, para penumpang kereta atau para pengguna ojek dan angkot harus turut membantu untuk tidak ikut menjadi penyebab kemacetan, meskipun dengan cara yang sepele, seperti dengan cara jangan naik atau turun dari angkot atau ojek di dekat stasiun, berjalanlah sedikit tung itung olahraga, turun dan naiklah agak menjauh dari stasiun, toh anda yang mengendalikan mereka atau mereka akan mendekati anda. Atau anda menggunakan sepeda dari rumah ke stasiun daripada membawa kendaraan ke stasiun, lalu parkir di stasiun yang parkirannya gratis disediakan PT. KAI (ngarep...). 

Nah itu adalah langkah-langkah yang musti dilakukan untuk mengatasi masalah kemacetan di Cilebut meskipun belum menyelesaikan masalah utamanya yaitu penataan lahan.

Sepertinya situasi macet ini akan terus terjadi  (meskipun stasiun Sukasari nanti jadi dibangun) selama sistem angkutan yang ada tidak benar-benar diatur dan diperbaiki. Selama sistem angkutan yang ada tidak berubah total ditambah lagi banyak orang semakin mengandalkan kendaraan pribadi maka macet di Cilebut akan tetap ada dan semakin parah. 

Tak usahlah anda berharap pemerintah akan merubahnya atau membuat sistem angkutan umum yang terintegrasi, butuh dana yang sangat besar (membuat jalan dan pembebasan lahan) dan komitment (prioritas) untuk menyelesaikan masalah yang mungkin dianggap sepele oleh mereka. Belum lagi tadi masalah utamanya yaitu penataan lahan dan desain kota yang amburadul. Pemerintah daerah enak saja mengijinkan kebun-kebun dirubah jadi perumahan tanpa membangun jalan alternatif atau menyediakan angkutan umum yang bisa diakses di dekat rumah, atau membangun kawasan pejalan kaki (yang ini boro-boro) agar orang bisa mengurangi menggunakan kendaraan pribadi.

Paling tidak saran saya yang keempat itu dapat  anda terapkanlah, naik sepeda atau turun/naik agak jauh dari stasiun, apalagi selagi diantar oleh kang ojek atau angkot anda kasih tau tuh kang ojek or sopir angkot, anda kasih ceramah dikit klo anda hanya mau naik yang jauh dari stasiun biar ga bikin macet, trus nanti pas anda turun kasih lebih ongkosnya ha ha ha... 

De Hoge Veluwe, Batu Permata Hijau di Belanda

Liburan akhir tahun 2015 saya bersama teman-teman memutuskan untuk jalan-jalan ke taman nasional De Hoge Veluwe, Otterlo-Belanda. Dari Groningen kami naik kereta tujuan Apeldoorn, lalu dari stasiun Apeldoorn perjalanan dilanjutkan dengan bus 108 ke Otterlo lalu lanjut dengan minibus 106 ke pintu masuk taman Hoge Veluwe (Ingang Otterlo). De Hoge merupakan taman nasional milik swasta dengan luas 5400 hektar, pemerintah hanya memberikan subsidi terbatas untuk taman ini, kebanyakan dana operasional dan perawatan taman berasal dari tiket pengunjung. Taman ini banyak sekali flora dan fauna yang dilindungi serta keragaman hayati yang tinggi dan taman ini merupakan satu-satunya taman nasional di Belanda yang menyediakan sepeda gratis bagi para pengunjungnya, panjang jalur sepeda yang dibangun di taman ini adalah 40 kilo meter yang  terdiri dari 2 rute yang bebas anda pilih.


Lokasi parkiran sepeda putih di Marchanplein Square
Setelah antri membeli tiket kami langsung menuju parkiran sepeda dan memilih sepeda yang sesuai, jangan khawatir tempat duduk sepeda ini bisa diaur sesuai tinggi penggunanya. Harga tiket masuk ke taman ini dibedakan menjadi 3, jika hanya ingin melihat taman harganya 8,8 euro, lalu jika anda ingin melihat taman dan museum maka harus menambah 3 euro lagi, tiket paling mahal adalah jika anda pilih wisata taman dan 2 museum. Pintu masuk ke taman nasional ini ada 3, yaitu dari Otterlo di Barat seperti yang kami lakukan, lalu dari Hoenderloo di bagian Timur, dan dari Schaarsbergen di sisi Selatan taman nasional. Sedangkan lokasi parkiran sepeda gratis yang bisa digunakan ada di 7 lokasi,  selain di setiap pintu masuk, parkiran sepeda juga ada di bagian tengah taman dan kita bisa mengambil sepeda dan mengembalikannya di lokasi berbeda. Jumlah sepeda putih yang disediakan untuk pengunjung disini katanya sebanyak 1500 unit sepeda termasuk jenis sepeda untuk anak-anak, jika sepeda itu habis-tapi rasanya ngga mungkin-pengunjung bisa menyewa sepeda biru di tempat Cycle Repairers yang berada di Marchanplein square, mereka juga menyewakan sepeda jenis tandem atau anda juga bisa bawa sepeda sendiri. Bagi yang membawa balita jangan khawatir, sepeda putih ini dilengkapi tempat duduk untuk anak kecil jadi anak anda tetap bisa ikut. Di taman ini, jalur sepeda dibedakan dengan jalur untuk mobil dan pejalan kaki. Selama perjalanan lebih banyak pengunjung yang menggunakan sepeda daripada mobil dan ternyata yang berjalan kaki juga ada loh.


Melewati Zand
Dari pintu masuk Otterloo kami mulai perjalanan bersepeda menyusuri jalur khusus sepeda 
berlawanan arah jarum jam ke arah Zand, padang pasir dan tanah lembek berlumut, lalu memutar menuju Museum Jachtuis Sint Hubertus yang berada di pinggir kolam. Museum ini dibangun pada tahun 1914. Dari sini kami terus memutar ke tengah taman dan beristirahat makan siang di Bezoekerscentrum atau visitor center, disini juga ada museum dan toko cinderamata, tak jauh dari visitor centre juga ada restoran dan taman bermain untuk anak-anak. 


Di Museum Jachtuis Sint Hubertus
Setelah makan siang, perjalanan kami lanjutkan ke selatan melewati museum Kroller-Muller, pasangan suami istri inilah yang mendirikan taman nasional ini pada tahun 1900an, lalu pengelolaannya diteruskan ke keturunannya dan sekarang dikelola oleh yayasan. Sang istri menyukai seni dan menjadi kolektor lukisan, diantaranya lukisan milik Van Gogh, Picasso, dan Mondriaan. Mereka berdua memiliki ide menyatukan alam dan seni. Namun krisis ekonomi membuat pasangan ini kesulitan keuangan sehingga taman ini diserahkan ke yayasan nasional, koleksi seni mereka juga diserahkan ke pemerintah yang lalu membangunkan museum agar orang lain bisa melihat koleksi milik mereka.


De Pollen
Setelah melewati museum Kroller-Muller kami tiba di padang pasir yang luas, De Pollen namanya. Hanya pasir putih keabuan dan satu dua pohon isinya. Hari menjelang sore dan perjalanan kami baru separuh, kami putuskan untuk segera kembali. Kami mengambil jalur pulang dengan memutar di sisi timur lalu keluar dari pintu Hoenderloo melewati padang rumput Deelense Zand dan Veld.


Deelense Veld
Sebuah pengalaman yang menarik berkeliling di taman nasional yang luas dengan menggunakan sepeda meski sepanjang perjalanan kami tidak bertemu dengan rusa merah, kijang, ataupun Mouflons. Namun pemandangan padang rumput luas yang menguning dan pohon-pohon di musim gugur ini cukup mengesankan.

Sehari Tak Cukup di Paris



Masih edisi liburan akhir tahun 2015, kali ini kami ke Paris, saya bersama tiga teman lainnya. Kami berangkat dari Amsterdam pukul 2200 dengan bus Eurolines dari Eurolines Duivendrecth Stationplein. Sampai di stasiun Duivendrecth sekitar pukul 1930, kami makan malam dulu di Doner stasiun situ. Tiba di pangkalan bus yang hanya 50 meter itu kami langsung check in dan menunggu 2 jam lagi sebelum pemberangkatan. Tepat pukul 2200 kami berangkat, waktu itu bus tidak terlalu penuh dan saya duduk sendiri hingga di Paris meskipun beberapa penumpang ada yang naik di Den Haag, Brussel dan satu tempat berhenti lagi yang saya lupa dan semuanya itu mengganggu tidur saya.

Pukul 0600 kami tiba di Gallieni International Bus Station, setelah cuci muka dan gosok gigi di toilet stasiun (hampir semua toilet bayar antara 0,25 - 1 euro) kami langsung menuju Metro, itu kereta bawah tanah andalannya Paris, tiketnya 1,8 euro. Tujuan pertama kami adalah Arc de Triomphe, maka tujuan stasiun Metro kami adalah Charles de Gaulle, jadi anda yang ingin ngebolang di Eropa mesti paham rute rute kereta turun dimana, tujuan kemana, kereta no berapa dsb, waktu itu dari Gallienni kami hanya pindah kereta sekali. Metro pagi itu tidak terlalu ramai mungkin karena terlalu pagi bagi orang Paris untuk pergi bekerja.

Arc de Triomphe
Hari masih subuh dan sedikit gerimis saat kami tiba di Arc de Triomphe, di bangku taman situ kami shalat subuh. Dari situ kami menyusuri jalan Avenue des Champs Elysees lalu menuju ke selatan menyusuri sungai Seine lalu ke menara Eiffel. Champs Elysees merupakan kawasan belanja elit dengan berbagai toko merek terkenal ada di sepanjang jalan ini.

Suasana pagi di menara Eiffel
Meskipun hari masih pagi, para wisatawan terlihat sudah mengantri ingin naik ke menara Eiffel. Untuk naik ke atas baik tingkat 1 atau puncak anda harus bayar. Jika dengan lift hingga puncak tarifnya 17 euro jika hanya tingkat 1 cukup bayar 11 euro, nah klo anda menggunakan tangga ke tingkat 1 cukup bayar 6 euro. 

Military School
Puas berfoto disitu, kami jalan terus melewati Champ de Mars menuju ke Paris Military School, selama di jalan banyak pedagang asongan menjual cinderamata menara Eiffel, mereka orang-orang afrika dan bisa bicara ‘murah..murah..lima 1 euro’, saya mampir membeli pernik di satu satunya kios kecil yang baru saja buka di Champ de Mars. 

Kios souvenir di kawasan Champ de Mars

Jembatan Alexander III
Lalu kami melewati Tombeau de Napoleon terus ke utara melewati Jembatan Alexandre III dan kembali ke Avenue des Champs Elysees yang saat itu sedang ada pasar rakyat. Setelah sarapan kentang goreng, perjalanan kami lanjutkan menuju Louvre melewati bianglalanya Paris yang disebut Grande Roue. Kami istirahat sebentar di kolam di Tuileries Garden memperhatikan tingkah laku burung camar dan bebek di tengah kolam. Di pinggir kolam disediakan bangku besi agar pengunjung bisa duduk beristirahat.

Kawasan museum Louvre
Tiba di Louvre Pyramid sekitar pukul 1200, saat itu pengunjung sudah ramai, beberapa orang tentara terlihat berjaga. Selesai berfoto ria kami tinggalkan bangunan khas Paris itu, kami mau shalat dulu, masjid terdekat sekitar 2 kilo meter, jadilah kami harus naik Metro. Kami Shalat di sebuah mesjid yang tersembunyi di antara ruko di jalan Rue du Faubourg Saint-Denis, kawasan ini banyak toko daging halal dan toko restoran halal, sepertinya kawasan komunitas muslim, kami lihat di peta ada 3 mesjid di kawasan ini, namun tak satupun kami jumpai. Setelah gagal menemukan mesjid pertama, kami istirahat makan siang di kafe orang Turki dan bertanya dimana masjid terdekat. Kami akhirnya menemukan masjid tersembunyi itu setelah seorang lelaki tua keluar dari sebuah pintu, kami lalu bertanya apakah di dalam masjid untuk shalat, lelaki tua itu lalu mempersilahkan kami masuk. Pantas saja kami kesulitan mesjid di kawasan ini, dari luar bangunan ruko tanpa nama itu seperti bangunan biasa, pintunya dilengkapi kunci berkode.

Pantheon
Selesai Shalat perjalanan kami lanjutkan menuju selatan ke Pantheon, arsitektur gereja dan bangunan lainnya di Paris ini sangat indah. Setelah itu kami terus jalan kaki menuju utara lagi melihat Cathedrale Notre Dame de Paris, beristirahat diantara ratusan wisatawan yang antri ingin masuk ke katederal. 


Ramai pengunjung di Cathedral Notre Dame
Bangunan terakhir yang kami hampiri adalah Hotel de Ville, itu gambarnya jadi foto sampul tulisan ini, bagus kalo malam. Semua bangunan di Paris sangat indah dan bagus, dibanding Berlin dan Amsterdam (mungkin hanya Roma yang bisa kalahkan), bangunan-bangunan itu hanya sebagian, sementara masih banyak objek wisata yang belum kami datangi, untuk melihat semuanya itu sepertinya sehari tak kan cukup di Paris. 

Senin, 11 Januari 2016

Kesulitan Cari Daging Halal di Groningen, Coba Ke Toko Ini...

Tinggal di negara yang muslimnya minoritas membuat saya terkadang sulit untuk mendapatkan bahan makanan halal. Tapi untunglah di Groningen sini itu tidak terjadi, ada beberapa toko yang menjual bahan-bahan makanan yang halal, terutama soal daging. Ya, lauk untuk makan, sesuatu yang penting bagi orang seperti saya yang doyan masak.

Nazar supermarket
Berdasarkan hasil penjelajahan saya setelah 3 bulan tinggal di Groningen, ada 4 toko yang menjual daging halal (sebenarnya lebih). Yang pertama toko favorit saya untuk berbelanja bahan makanan, Nazar Market, saya paling sering belanja daging ke toko ini. Selain daging, toko berukuran sedang ini juga menjual berbagai bahan makanan dan sayuran, jadi di satu tempat saya bisa dapat semuanya. Toko ini terletak di Boterdiep 49,9712 LK, atau di sebelah utara Centrum (Pusat kota). Menjual berbagai macam daging seperti sapi, domba dan ayam, kadang juga ada daging kalkun.

Toko kedua yaitu  International Supermarkt ‘Al Nour’ yang terletak di jalan Eikenlaan, Winkelcentrum di daerah Selwerd  45,9741 EH di kawasan yang juga terdapat beberapa toko lainnya seperti Albert Heiijn dan Lidl. Saya jarang ke toko ini soalnya jauh dari housing saya di Van Houtenlaan di Helpman. Saya kesini jika pulang dari kampus Zernike saja. Sama seperti Nazar, toko berukuran sedang ini menjual daging sapi, domba dan ayam, serta bahan makanan lainnya. Jika dibandingkan dengan Nazar, harga daging di toko ini lebih murah, misal daging ayam sayap atas yang biasa saya beli sekilo di toko ini cuma 2,95e bandingkan dengan Nazar sekilonya 3,5e.

Toko ketiga yang menjual daging halal  adalah Slagerij Al Fysal Halal, terletak di jalan  Steentilstraat 9,9711 GJ sangat dekat dengan Centrum. Toko ini sama seperti Nazar dan Al Nour, menjual berbagai bahan makanan, namun ukuran tokonya tidak terlalu besar. Toko ini juga patut menjadi pilihan belanja daging sapi dan domba, namun untuk daging ayam pilihannya tidak banyak, sama seperti Nazar dan Al Nour, toko ini banyak menjual bahan-bahan makanan dari seperti Turki dan Asia Selatan.


Toko Al Fysal
Nah toko terakhir yang saya tahu yaitu Hielal Slagerij sebelumnya namanya toko Hielal Islamitische Slagerij mungkin pemiliknya ganti jadi namanya juga ganti. Terletak di pusatnya Centrum  di jalan Folkingestraat 51,9711 JV. Tokonya kecil mungkin hanya berukuran 2 x 4 meter, di toko ini hanya khusus menjual daging saja tak ada yang lain dan itu pun hanya daging sapi dan daging kambing, terakhir saya belanja disana tak terlihat rombongan daging ayam yang mejeng di etalasenya. (update 2016: sekarang toko ini sudah tutup)

Sebenarnya mungkin masih banyak toko-toko yang menjual daging halal, hanya saja saya belum menemukannya, seperti Ankara Market di jalan Westersingel 7,9718 CA yang saya tahu dari  internet dan mungkin masih banyak lainnya.

Toko-toko di atas kebanyakan buka jam 0900 hingga jam 1800 setiap hari kecuali hari Minggu, tuh para toko buka jam 1200. Saran saya klo mau belanja daging datang agak siangan karena klo datang pagi itu para daging belum digelar di etalase, masih di kulkas mereka, tapi klo anda terlanjur hadir ya tinggal bilang sama si tukang dagingnya nanti pasti disiapkan. Sekian informasi tentang toko yang menjual daging halal di Groningen, semoga bisa membantu anda terutama para penggemar masak.

Masjid di Groningen

Hal yang membuat saya bahagia bila tinggal di luar negeri adalah bertemu dengan masjid. Begitupun disini, Groningen, kota kecil di Timur Laut negeri kincir angin Belanda. Anda yang pernah tinggal di luar negeri di negara yang muslimnya adalah minoritas pasti juga merasakan hal sama, shalat Jumat adalah alasan utamanya. 

Tidak seperti di pusat Canberra, Australia, meskipun disana ada mesjid namun lokasinya cukup jauh dari pusat kota dan membutuhkan waktu untuk ke sana sementara disana hari Jumat adalah hari biasa, tidak ada waktu khusus agar orang bisa menunaikan shalat Jumat, jadilah shalat Jumat digelar di dalam kompleks  lapangan olahraga universitas ANU.

Di Groningen setahu saya hanya terdapat 2 mesjid, masjid yang pertama terletak tidak jauh dari kampus Zernike RUG, itu hanya sekitar 1,5 kilometer.  Terletak di daerah Park Selwerd 1, 9741 PJ terletak di pemukiman warga sekitar 200 meter dari jalan utama, yang menjadi pilihan mahasiswa muslim di kampus Zernike RUG untuk shalat Jumat. Jika anda mencari di aplikasi maps anda akan menemukan masjid ini dengan nama Stiching Islamitische Centrum Groningen, sebuah bangunan rumah putih di pinggir kolam yang di beli oleh komunitas muslim Maroko dan dijadikan masjid. 

Masjid Stiching Islamitische atau Masjid Selwerd

Masjid ini terdiri dari 2 lantai, meskipun begitu pada saat shalat Jumat  tidak mampu menampung jumlah jamaah yang hadir karena ukurannya tidak terlalu besar. Seringkali jamaah menggelar karpet di luar masjid karena di dalam masjid sudah penuh. Pada musim dingin shalat Jumat di masjid ini dimulai pukul 1300hrs sementara pada musim panas dimulai pukul 1400hrs. 

Menurut berita yang saya baca, mesjid ini akan direnovasi menjadi 3 lantai dengan desain yang lebih modern. Sumber pembiayaan pembangunan masjid ini nantinya dari sumbangan sukarela muslim di Groningen. Namun, pembangunan mesjid ini sepertinya harus menunggu waktu yang lama, selain karena keterbatasan dana, juga dipermasalahkan oleh warga sekitar. Bahkan rencana pembangunan mesjid baru dengan 3 lantai ini sudah sampai di pengadilan, alasannya cuma masalah ketersediaan lahan parkir yang mungkin nanti mengganggu warga, tapi entahlah semoga renovasi masjid Selwerd ini dapat berjalan dengan lancar.

Masjid yang kedua terletak di daerah Korreweg 198,9715 AM Groningen berada di pinggir jalan utama. Jika dilihat dari luar anda tidak akan percaya bangunan tua berwarna coklat kehitaman dengan atap lancip dilengkapi dengan menara besar ini adalah sebuah mesjid, ini lebih cocok disebut gereja. Ya benar, dulu bangunan ini adalah gereja yang sudah tidak digunakan lagi, lalu dibeli oleh komunitas muslim Turky. Jika anda mencari masjid ini di maps maka anda akan menemukannya dengan nama Turkse Islamitische Culturele Vereniging. Masjid ini menggelar shalat Jumat satu jam lebih awal dari masjid di Selwerd. Jadi kita bisa memilih jikalau ingin cepat kita bisa shalat di masjid ini, namun jika kita terlambat kita bisa ke masjid di Selwerd, jarak antara kedua mesjid ini sekitar 3,5 kilometer. Masjid Turky, begitu saya menyebutnya, cukup luas dan mampu menampung seratusan jemaah.

Masjid Turkse Islamitische

Yang menarik dari kedua mesjid di atas adalah di kedua mesjid terdapat toko yang menjual sayur dan bahan makanan, jadi setelah shalat jamaah bisa sekalian belanja makanan halal.

Menikmati Shalat Tarawih di Yangon

Salam,
Malam itu saya berkesempatan mengikuti shalat tarawih di Masjid Mogul Shia Jamay salah satu dari banyak masjid di kota Yangon. Masjid ini terletak di jalan Mahabandoola dekat Sule Pagoda, wilayah bisnis distrik Yangon. Mayoritas muslim yang hadir di Masjid adalah warga Yangon keturunan Pakistan dan sebagian kecil penduduk asli setempat. 

Saya masuk dan langsung berwudhu di sebuah kolam besar yang dibuatkan sebagai tempat berwudhu. Masuk ke dalam Masjid Terbesar di Kota Yangon itu bagi saya sama seperti di Indonesia, hanya penerangannya saja dibuat agak remang, terlihat beberapa orang tua duduk di kursi di sisi-sisi shaf shalat sepertinya orang tua yang tidak cukup kuat untuk shalat sambil berdiri, tidak ada jamaah wanita yang shalat di masjid. 

Saat Iqamah berkumandang bertepatan dengan imam besar masuk ke masjid saat itu juga penerangan di set lebih redup, hmmm.. sesuatu yang unik bagi saya. Tidak ada suara canda anak-anak semua begitu khusyuk saat shalat. Saat Tarawih, imam berganti, ada empat orang imam muda dibelakang imam saling bergantian memimpin shalat, mereka adalah anak-anak muda sekitar 20an tahun, mereka bergantian setiap 4 rakaat shalat, sedang imam besar berada di belakang untuk membetulkan bacaan shalat jika salah. 

Jamaah juga tidak mengucapkan 'Amin' setiap Al-Fatihah selesai dibaca. Surat yang dibacapun surat-surat panjang dengan tempo yang cepat, jadilah Tarawih malam itu selesai pukul 9, sungguh pengalaman yang menarik di sebuah negara dengan mayoritas penduduknya beragama Budha.

Yangon, September 2009.

Cabut Bungsu

Saya baru tahu ada gigi yg baru tumbuh saat sudah kita dewasa. Gigi bungsu namanya. Letaknya paling belakang.  Dulu saya sering menghitung j...