Senin, 30 Mei 2016

Perkembangan Infrastruktur di Belanda


Selama kuliah di belanda saya diberi kesempatan menyaksikan secara langsung proyek infrastruktur di Negara ini, mengunjunginya meskipun beberapa proyek itu masih di atas kertas. Dulu saya masih sedikit bingung bagaimana sih sebenarnya Belanda itu, negara yang katanya berada di bawah permukaan air laut, Alhamdulillah sekarang saya tahu, benar mereka hidup dibawah permukaan air laut, meski tak semuanya, namun hampir 80 persen daratan di Belanda adalah buatan manusia, mereka merubah genangan air laut menjadi daratan yang bisa dibangun, bagaimana caranya?, mereka mengisolasi daratan, baik dari air laut, maupun aliran sungai. Masih bingung? Jadi, Mereka membangun tanggul yang tinggi di sepanjang garis pantai mereka. Mereka juga membangun tanggul yang tinggi sepanjang sungai mereka. Tanggul-tanggul itu kebanyakan dari tanah hanya sedikit yang dari beton. Mereka sudah membangun mega proyek Afsluidijk pada tahun 1932, tanggul raksasa sepanjang 32 km menghubungkan provinsi North Holland dan provinsi Fryslan, tanggul itu membelah lautan dan menjadikan perairan sisi daratan menjadi penampung air tawar terbesar di Eropa yang disebut Ijsselmeer. Di atas tanggul itu dibuat jalan raya. Lalu tanggul-tanggul lainnya menyusul dibangun berikutnya, melindungi Belanda dari banjir dan gelombang laut. Kemudian mereka menimbun genangan air tadi dan mulai membangun kota-kota. Setiap mulut sungai dilengkapi dengan lock atau pintu air, yang memungkinkan mengontrol air dan namun tetap bisa dilalui kapal-kapal. Lock-lock itu berfungsi sebagai kolam perpindahan kapal dengan menjaga level permukaan laut yang berbeda dengan tinggi level air di sungai.

Pembangunan system air di belanda dan infrastruktur lainnya direncanakan dengan tujuan jangka panjang, hingga 100 tahun, dengan asumsi perubahan dinamika di masa depan seperti terus naiknya permukaan air laut akibat perubahan iklim yang juga berdampak pada ketidakpastian curah hujan, pengaruh yang ditimbulkan, sehingga dengan perencanaan seperti itu setiap proyek dapat beradaptasi bahkan dengan kondisi ekstrim sekalipun. Pemerintah Belanda mempunyai prinsip 'dry feet' berusaha agar kaki rakyat tetap kering, tanggung jawab keselamatan warga atas masalah air dipegang sepenuhnya oleh pemerintah, rakyat Belanda dijamin tidur dengan tenang di malam hari tanpa khawatir kebanjiran meskipun di waktu hujan. Jadi intinya, di negara ini masalah manajemen air itu nomor 1. Beberapa dekade ini pendekatan manajemen air di Belanda telah berubah dari yang murni pendekatan engineering menjadi lebih resilien, lebih beradaptasi dan memperhatikan seluruh aspek.

Baiklah, proyek pertama yang saya kunjungi adalah proyek manajemen banjir di sungai Vechdal. Sungai ini berada di propinsi Zwoele sepanjang 165 kilometer. Proyek ini murni inisiatif pemerintah provinsi. Permasalahan banjir yang terjadi tahun 1950an dan 1990an telah mengubah pendekatan manajemen banjir di negara ini, dari yang mengandalkan rekayasa teknik seperti pembangunan tanggul, bendungan, dan dam ke manajemen yang lebih adaptif dan antisipatif. Alih-alih meninggikan tanggul, mereka lebih memilih melebarkan sungai (room for the river), tanggul utama tetap ada, mereka membangun tanggul kedua. Karena banjir hanya terjadi pada musim tertentu misalnya ketika es mulai mencair, dengan room for the river, ruang di sisi sungai tetap bisa digunakan jika tidak banjir seperti untuk pertanian atau menggembala ternak. Nah ketika banjir datang, sungai memiliki kapasitas yang lebih besar, mereka juga memodifikasi sungai dengan membuat bypass agar aliran air lebih mudah bergerak. 
Kondisi sungai Vecht saat normal
Pintu air untuk mengontrol ketinggian air sungai
Jembatan yang menghubungkan tanggul utama dan tanggul kedua
Selain itu mereka juga memanfaatkan sisi sungai untuk ruang publik dengan desain yang bisa beradaptasi ketika banjir datang. Mereka juga membangun dermaga agar penduduk bisa menambatkan perahu di pinggir waterfront. Sungai yang dulunya dianggap bagian belakang rumah sekarang diubah konsepnya menjadi ruang berinteraksi dan tempat wisata.
 
Waterfront yang menyediakan dermaga

Setiap pintu air dibangun lock agar perahu penduduk bisa tetap lewat. Sungai di Belanda selain untuk industri dan pertanian juga digunakan untuk transportasi, ukuran lock tersebut ada yang kecil sekitar 2 meter namun ada juga yang besar selebar 4 meter.
Lock untuk perahu
Room for the river atau memberi ruang lebih banyak untuk air adalah konsep yang sedang berkembang di Belanda. Kawasan-kawasan tertentu dijadikan penampung sesaat ketika banjir datang.

Pintu air
Kondisi sungai saat normal
Room for the river, ketika banjir datang seluruh kawasan akan tergenang air

Proyek kedua yang saya kunjungi adalah Lock Ijmond di Haarlem. Pintu air atau lock Ijmond merupakan proyek kerjasama antara Rijkwaterstaat, Pemerintah Provinsi North Holand dan Pemkot Amsterdam. Pintu ini dibangun untuk menggantikan pintu air lama yang sudah tua. Usia pintu air lama mendekati 100 tahun, sebelum tahun 2029 pintu air itu harus diganti, karena faktor keselamatan. Meskipun masih bisa digunakan hingga tahun 2029, pemerintah memutuskan untuk mengerjakan pintu air baru lebih awal untuk mengantisipasi perkembangan ekonomi di kawasan Amsterdam. Ya, pintu air Ijmond merupakan pintu masuk kapal yang akan ke Amsterdam. Pintu air yang lama memiliki panjang 400 m, lebar 50 m dan kedalaman 15 meter, sementara pintu baru akan dibangun sedikit lebih besar untuk mengakomodir kapal-kapal yang berukuran besar di masa mendatang, panjang pintu baru mencapai 500 meter, lebar 70 meter dan kedalaman hingga 18 meter.

Kapal yang menuju ke Amsterdam
Lock Ijmond saat ini
Pintu ini menjadi sangat penting karena selain jalur utama kapal ke Amsterdam juga menjadi penahan air laut. Saat saya ke sana, proses pengerjaan belum terlihat. Hanya terlihat beberapa pekerja melakukan survei tanah dan konstruksi serta pemeriksaan sisa ranjau. Di kawasan itu memang terdapat sisa-sisa ranjau zaman perang dunia yang masih tertinggal dan harus dibersihkan. Pintu air yang baru itu hanya akan dibangun di sebelah pintu lama, jaraknya kurang lebih hanya 20 meter.

Di sini pintu baru tersebut akan dibangun, menara kontrol di ujung sana akan dirobohkan
Menara kontrol pintu yang sudah dikosongkan dan siap di hancurkan
Tanah dari penggalian pintu yang baru nantinya akan diteliti, bila kondisinya baik maka akan digunakan untuk pertanian.

Pekerja sedang memeriksa ranjau di bawah air
Pekerja sedang mengambil sampel tanah
Di kawasan ini terdapat tiga pintu air mulai yang terbesar hingga terkecil. Tentu saja ukuran pintu itu untuk menyesuaikan ukuran kapal.



Nah, proyek ketiga yang saya kunjungi adalah DNA atau De Nieuw Afsluitdijk. Afsluitdijk merupakan tanggul besar yang berfungsi melindungi Belanda dari air laut Utara. Atas alasan keselamatan, terus naiknya tinggi permukaan air laut dan kondisi tanggul, maka pemerintah memutuskan untuk memperkuat tanggul. Mengingat potensi tanggul yang tidak hanya sebatas penahan gelombang laut, pemerintah daerah tertarik untuk ikut bergabung dan berencana mengembangkan energi terbarukan di tanggul raksasa ini. Ada dua proyek energi terbarukan yang akan di kembangkan disini. Pertama adalah blue energy, yang kedua adalah tidal energy. Blue energi merupakan proyek percobaan pembangkit listrik dengan memanfaatkan energi dari air laut dan air tawar. Air laut dan air tawar dialirkan ke dalam pembangkit melewati membran. Dari situ listrik akan dihasilkan. Saat berkunjung ke sana kami tidak diberi kesempatan untuk melihat ke dalam pembangkit, proyek ini melibatkan Fujifilm. Sementara Tidal energi merupakan pembangkit listrik menggunakan turbin memanfaatkan tenaga air tawar yang dibuang ke laut. Ketika laut surut maka air tawar di Ijsselmeer akan dialirkan ke laut. Nah aliran air tersebut akan digunakan untuk memutar turbin yang nantinya akan menghasilkan listrik. Proyek ini masih dalam pengembangan, beberapa perusahaan diperbolehkan untuk menguji turbin mereka di sini.
Pembangkit Blue Energi dan pipa untuk air laut
Pipa menghisap air laut dari dan saluran pembuangan yang dialirkan ke kolam pembuangan

Selain pengembangan energi terbarukan, proyek DNA juga mencakup renovasi pintu air, kawasan menara dan pesisir tanggul. Pintu air akan dibuat lebih besar untuk mengakomodir pabrik kapal yang ada di Provinsi Fryslan. Sementara Renovasi kawasan menara pengawas dan pesisir tanggul adalah untuk kepentingan pariwisata. Selain itu, dalam proyek DNA mereka juga akan membangun fish migration. Fish migration merupakan sistem yang dibuat untuk mencegah ikan yang ada di dalam danau Ijsselmeer tidak lolos keluar ke Laut Utara. Sistem tersebut dibuat di sebelah saluran pembuangan. Mereka akan membangun saluran air balik yang memungkinkan ikan masuk kembali ke danau Ijsselmeer. Hal ini dilakukan karena jumlah ikan di danau terus berkurang, banyak ikan yang keluar ke Laut Utara ketika saluran pembuangan air dibuka.

Lock di Afsluitdijk
Kawasan menara akan direnovasi untuk dijadikan kawasan tujuan wisata dan museum
Proyek terakhir yang saya tinjau adalah Zuidasdok (nanti dilanjutkan lagi)






Menghabiskan Akhir Pekan Berwisata Ke Rotterdam dan Utrecht


Menghabiskan akhir pekan di musim semi ini kami pergi ke Rotterdam. Dari Rotterdam rencananya mampir dulu di Utrecht sebelum kembali ke Groningen. Kami berangkat dengan kereta pagi agar lebih lama waktu berkeliling di sana karena perjalanan kereta Groningen ke Rotterdam butuh 3 jam. Sampai di Rotterdam Centraal kami bergegas menuju ke stasiun bus, dekat saja, kan di negara mereka sudah ditakdirkan berdampingan. Tujuan pertama kami adalah desa Kinderdijk. Dari stasiun Rotterdam Centraal kami harus berganti bus sekali, karena desa Kinderdijk cukup jauh di tenggara Rotterdam. Sampai disana kami lihat sudah banyak wisatawan yang datang, mereka berkelompok, kebanyakan para lansia, entah darimana.

Stasiun Rotterdam Centraal
Bentuk kincir angin di desa Kinderdijk
Pompa ulir besar memompa keluar air dari kanal desa
Kinderdijk merupakan desa wisata wind mill atau kincir angin. Di Belanda, kincir angin digunakan untuk memompa air dari kanal kecil di desa ke sungai. Desa ini cukup luas, tampak dari kejauhan beberapa kincir angin dengan bentuk yang sama, sepertinya dulu digunakan para petani untuk mengontrol air di lahan pertanian mereka. Di jalan masuk desa terdapat loket tiket, anda bisa membeli tiket untuk tur wisata naik kapal atau mengunjungi museum, kalau cuma lihat-lihat kincir angin saja tak perlu bayar, kecuali anda ingin masuk ke dalam kincir. Di sisi jalan masuk juga terdapat rumah pompa dan toko souvenir. Sebuah pompa ulir besar digunakan untuk memompa air dari dalam desa ke sungai Lek. Setelah berfoto dan membeli souvenir kami bergegas kembali ke Rotterdam. Dengan bus yang sama no. 90 tapi kali ini di sambung dengan Metro kereta bawah tanah. Sebenarnya untuk ke Kinderdijk juga bisa menggunakan kapal penyeberangan, cuma sayangnya hari itu sedang tidak beroperasi.

Euromast
Waterbus
Water taxi
Gedung otoritas pelabuhan Rotterdam dan jembatan Erasmus
Jembatan Erasmus merupakan landmark Rotterdam
Selain Kinderdijk, terdapat beberapa tempat wisata di Rotterdam seperti landmark jembatan Erasmus, menara Euromast, Cube House dan Markthal di dekat Grotemarkt dan Miniworld tak jauh dari stasiun Centraal. Di menara Euromast yang dibangun tahun 1960 itu anda bisa melihat kota Rotterdam dari ketinggian. Bentuk menara mirip anjungan kapal. Tiket masuknya 9,5 euro. Anda juga bisa mencoba menuruni menara dengan tali Rope Sliding atau naik lebih tinggi untuk mencoba Euroscope. Puas memandang kota dari ketinggian, saatnya menyusuri sungai menuju jembatan Erasmus. Di sisi sungai terdapat dermaga yang digunakan water Taxi untuk menyeberangi sungai atau menggunakan water bus dari dermaga Erasmusbrug, nah dari sini bisa pakai kapal ke Kinderdijk tadi, tarifnya cuma 4 euro.

Tram di Rotterdam
Interior tram
Metro di Rotterdam
Cube House
Markthal
Kesibukan di Grotemarkt
Dari jembatan Erasmus kami menuju Grotemarkt. Kami naik tram lalu transit berganti Metro dan turun di stasiun Rotterdam Blaak. Sebenarnya tidak terlalu jauh, kami cuma ingin menghemat waktu perjalanan saja sekalian mencoba transportasi publik-nya kota ini. Kalau masalah tarif, naik Metro lebih murah dibanding bus atau tram. Keluar stasiun Blaak anda akan langsung melihat Cube House, desain bangunan rumah yang unik berwarna kuning, entah kenapa dibuat begitu,mungkin iseng atau memang itu seni. Di seberangnya terdapat Markthal, bangunan seperti hangar pesawat ini merupakan gabungan pusat jajanan dan apartemen. Bagian dasar merupakan tempat belanja makanan dan minuman seperti kue, coklat dan cafe. Di basement terdapat minimarket dan lahan parkir sementara di bagian atasnya dijadikan apartemen. Mungkin inilah konsep Transit Oriented Development, pengembangan kawasan dekat stasiun. Hari Sabtu merupakan hari yang paling sibuk di negara ini (menurut saya) atau yang paling ramai, karena ada pasar di Grotemarkt. Meski di negara ini pasar itu ada juga di hari Selasa dan Jumat, tapi  hari Sabtu adalah yang paling ramai. Disini dijual berbagai jenis barang mulai elektronik, tekstil, sayur dan buah, ikan dan ayam hingga barang bekas, pokoknya ramai semua campur baur, seperti di Indonesia saja, barang-barangnya banyak dari China, banyak yang obral, tapi koq mereka kelihatan lebih bermartabat, padahal mereka juga pakai terpal, tapi warnanya putih, mungkin karena itu atau mungkin karena penjualnya bule, entahlah. Kami akhirnya berkeliling pasar lalu terus berjalan kaki dan mampir di toko souvenir di sepanjang jalan Hoogstraat hingga ke  Beursplein.
Masjid Maulana Rotterdam
Miniworld
Replika kota dan alat transportasi
Waktunya shalat. Jangan khawatir, dari maps ada mesjid di kota ini. Kami ke Masjid Maulana atau Mevlana Moskee dalam bahasa Belanda. Masjidnya cukup besar dan bagus, berdiri di jalan Abraham van Stolkweg. Selesai shalat kami kembali ke kawasan stasiun Centraal dan mampir sejenak di Miniworld. Sebenarnya tempat ini lebih cocok untuk anak-anak, tapi tak apalah jika anda suka melihat replika suatu kota, bolehlah mampir disini, tiketnya klo tidak salah 11 euro. Ya, Miniworld merupakan replika kota dalam ukuran kecil dan hampir semua perniknya bisa bergerak. Ada kereta, kapal, mobil, kincir angin, peternakan, pasar malam semuanya bisa bergerak bahkan stadion markas Feyenord Rotterdam dengan riuh suara penontonnya juga ada. Suasana juga dibuat seperti malam hari, seketika lampu ruangan redup dan mati. Gantian lampu bangunan dan kendaraan yang menyala, cukup menghibur.

Stasiun Utrecht 
Domtoren
Domkerk
Ruang sisi kanal dimanfaatkan untuk restoran dan tempat nongkrong
Menikmati orkestra jalanan
Puas berkeliling di Rotterdam, saatnya kembali, tapi kami akan mampir sebentar di kota Utrecth. Dari Rotterdam Centraal ke stasiun Utrecht Centraal butuh waktu kurang lebih 1 jam. Ini merupakan stasiun transit terbesar di Belanda. Jalur keretanya banyak hingga 22. Sampai di stasiun Utrecht kami langsung keluar ke arah timur menuju pusat kota. Kami mulai menyusuri jalan-jalan sempit kota menuju Domtoren, di sebelahnya terdapat Domkerk dan mampir sejenak di tourism center tidak jauh dari situ. Seperti biasa, tidak lupa kami mampir di toko souvenir setiap kota yang kami kunjungi, sayangnya tak ada souvenir khas Utrecht yang menarik. Yang menarik dari kota ini adalah di sisi kanal-kanal yang membelah kota dijadikan tempat nongkrong dan restoran tempat makan. Siang itu kami berhenti sejenak menikmati hiburan orkestra jalanan di pertigaan Stadhuisbrug. Kami juga melewati pasar kecil Vredenburg.
Tampak depan Ulu Camii Moskee
Ruang shalat utama
Tempat wudhu
Kami juga menyempatkan diri untuk shalat di salah satu masjid di kota ini. Dari kejauhan kubah dan menara masjid sudah terlihat. Untuk menuju mesjid dari jalan Lange Viestraat kami harus menyeberangi rel kereta. Masjid itu adalah HDV Utrecht Ulu Camii Moskee, berdiri di pinggir persimpangan jalan. Masjidnya masih baru, sepertinya menggantikan masjid ruko kecil di seberang jalan Kanalstraat. Masjid ini cukup besar, bangunannya terdiri dari 5 lantai. Lantai dasar dijadikan restoran kebab. Lantai 2 terdapat ruang kelas dan kantin masjid. lantai 3 adalah ruang shalat utama, sedangkan lantai 4 dan 5 dijadikan ruang shalat tambahan.

Hari yang melelahkan, walau sudah sore dan waktu siang di musim semi ini lebih panjang, meski begitu kaki ini sudah capek untuk terus berjalan, baiknya pulang saja.

Jumat, 20 Mei 2016

Giethorn: Berwisata ke Desa Kanal di Belanda


Mengisi waktu setelah ujian, di akhir pekan bulan April 2016 kami memutuskan untuk berwisata ke desa kanal di Belanda, namanya Giethorn. Ada yang bilang desa ini adalah Venice-nya Belanda. Dari Groningen kami berangkat pagi, perjalanan dengan kereta tujuan stasiun Steenwijk memakan waktu 1,5 jam. Karena tidak ada kereta langsung dari Groningen maka kami harus transit dulu di Zwolle, dari situ baru kami lanjut ganti kereta ke stasiun Steenwijk. Memang desa ini salah satu tujuan wisatawan mancanegara, buktinya di lobi stasiun Steenwijk ini kami sudah disambut iklan biro perjalanan wisata ke desa Giethorn beserta paket yang ditawarkan. Jarang kami temui di Belanda ini ada iklan wisata di lobi stasiun.
Perahu kecil dengan kapasitas 5 hingga 6 orang
Kapal wisata
Untuk menuju Giethorn, dari stasiun kami berjalan ke terminal bus, itu tak jauh, di Belanda ini semua terintegrasi dengan baik, stasiun dan terminal bus itu selalu berdampingan, seperti sudah ditakdirkan. Kami naik bus nomor 70 dan turun di halte Dominee Hylkemaweg. Karena jadwal bus ke kawasan ini setiap satu jam sekali, baiknya anda yang ingin berkunjung kemari harus betul-betul memperhatikan jadwal bus tersebut, baik berangkat maupun pulang. Bersama kami pagi itu tampak beberapa wisatawan dari China, mereka juga mau ke Giethorn. Sampai disana suasana masih sepi, kami langsung mampir ke salah satu tempat penyewaan perahu. Itu merupakan tempat penyewaan kapal pertama yang langsung dan mudah ditemui jika masuk ke desa Giethorn, mungkin itu yang paling besar. Seorang pemuda yang berjaga disitu menawarkan paket yang mereka miliki. Pertama, wisata dengan kapal besar dengan kapasitas sekitar 30 orang, tarifnya 6,5 euro perorang. Yang kedua, wisata dengan perahu kecil, pas buat kami berenam, tarifnya 22,5 euro per-perahu. Kami pilih yang kedua, dan saya sebagai Kaptennya.
Tempat penyewaan perahu di dalam desa
Perahu menjadi sarana yang menarik untuk mengelilingi desa
Perahu itu terbuat dari pelat stainlees steel di-cat merah, tenaga penggerak adalah baterai, kemudinya seperti setir mobil, telegrap maju mundur ada di samping kanan kemudi. Sepertinya tenaga penggerak kapal-kapal disini semuanya dari baterai, bahkan kapal yang besar. Mengemudikan perahu kecil ini? tak masalah, gampang pikir saya, saya sering lihat yang seperti ini di Indonesia. Oleh petugas jaga kami diberikan peta perjalanan, banyak sekali jalurnya bahkan harus melewati danau yang luas Bovenwijde. Setelah mendengar penjelasan singkat oleh petugasnya mengenai cara mengoperasikan perahu dan rute yang harus dilalui, perjalanan mengelilingi desa Giethorn dengan perahu dimulai. Di sisi kanal menuju desa tampak beberapa usaha penyewaan perahu wisata dan restoran. Tampak ada berbagai model perahu yang disewakan, semuanya bertenaga penggerak baterai listrik. Saran saya, bagi anda yang ingin mencoba menyewa perahu kecil, baiknya menyewa di penyewaan yang ada di dalam desa karena tarifnya lebih murah.
Museum di Giethorn
Toko souvenir
Kami mulai mengitari desa melalui kanal-kanal selebar 4 meter, sisi kanal dibatasi kayu sehingga tak perlu khawatir jika menabrak lagi pula kecepatan perahu hanya sedang saja walau sudah ditaruh di posisi full speed. Lalu lintas di kanal buat memutar searah jarum jam untuk menghindari tabrakan antar perahu. Rumah-rumah di desa ini dipisahkan oleh kanal dan hanya tersedia jalan setapak di desa ini, di dalam desa tidak ada jalan raya, Rumah-rumah yang terpisah dari jalan setapak desa oleh kanal dibuatkan jembatan melengkung sehingga kapal bisa tetap lewat di bawahnya. Jumlah rumah di desa ini tak banyak, saya pikir tak lebih dari 100 rumah. Perjalanan mengelilingi desa membawa kami ke danau Bovenwijde, dari ombak yang tenang di kanal, kami harus merasakan gelombang hembusan angin pagi itu, syukurnya tidak terlalu kencang, kami sedikit khawatir karena tidak dibekali pelampung tadi, tapi kami dengar kedalaman danau itu hanya 1 meter, entahlah kami tak mencobanya.
Antara rumah juga dibatasi kanal
Kanal membelah desa
Tepat satu jam sesuai waktu sewa, kami selesai mengelilingi desa Giethorn dengan perahu. Setelah kembali ke penyewaan menambatkan perahu ditempat semula, selanjutnya kami menikmati makan siang di sisi kanal sembari memperhatikan lalu lalang perahu pengunjung yang mulai ramai siang itu. Mereka para wisatawan menyewa perahu bersama keluarga, teman, pasangan kekasih, dan ada juga yang sendiri. Selesai makan siang kami meneruskan berkeliling di dalam desa dengan berjalan kaki. Kami singgah di toko souvenir untuk belanja, saya hanya membeli gantungan kunci. Kami juga melewati Museumboerderij'tOlde Maat Uus namun tak tertarik untuk masuk. Di dalam desa, beberapa restoran mulai ramai siang itu. Bagi anda yang ingin menjelajah lebih jauh di kawasan ini terdapat penyewaan sepeda juga disini, tapi kami lihat tak banyak yang menggunakan sepeda, meskipun jalurnya tersedia, wisatawan siang itu lebih banyak yang berjalan kaki. Puas berjalan di desa dan menunggu jadwal bus, kami memutuskan untuk menikmati secangkir kopi di salah satu kedai warga di sana sebelum memutuskan kembali ke Groningen.

Cabut Bungsu

Saya baru tahu ada gigi yg baru tumbuh saat sudah kita dewasa. Gigi bungsu namanya. Letaknya paling belakang.  Dulu saya sering menghitung j...