Rabu, 22 Juni 2016

Akhirnya Ke Roma Juga


Seri liburan di Eropa saya ditutup dengan pergi ke Italia, Roma adalah kota pertama yang saya pilih. Saya memulai perjalanan dari Stasiun Tibutina menuju stasiun Tirmini dengan menggunakan metro, tiketnya hanya 1,5 euro untuk sekali jalan. Tujuan pertama saya adalah stasiun Re Di Roma, Selatan kota. Dari stasiun Re Di Roma saya memulai perjalanan ke Basilica di Santa Croce in Gerusalemme lalu terus melewati taman Giardini di Via Carlo Felice ke basilica di San Giovanni in Laterano, dari sini sudah nampak puluhan wisatawan yang sedang mengikuti tour, mereka para lansia.

Peta metro di Roma
Mesin tiket metro Roma
Stasiun Metro Roma Tiburtina
Suasana di dalam metro
Stasiun Re di Roma 
Basilica di San Giovanni in Laterano
Karena saya akan menghabiskan hampir seharian di kota Roma, saya akhirnya memutuskan menyewa sepeda untuk mengelilingi kota Roma, daripada berjalan kaki akan terasa lebih ringan dengan sepeda. Pengalaman di Amsterdam terbukti lebih mudah mengelilingi kota mengunjungi banyak objek wisata dengan sepeda. Saya menyewa sepeda di Top Bike Rental di jalan Via Labicana 49. Mereka menyediakan berbagai jenis sepeda, harga sewanya seharian 15 euro. Meski informasi di internet menyatakan tempatnya buka jam 10.00 pagi, saat tiba disana jam 09.00 saya sudah bisa mengambil sepeda yang sebelumnya saya booking. Tidak lupa peta gratis kota Roma saya comot dari sana. Oke, sepeda sudah siap, peta sudah di tangan, saatnya berkeliling kota Roma. Obyek wisata pertama yang saya tuju adalah, Colosseum, itu tidak jauh dari tempat penyewaan sekitar seratusan meter. Tidak seperti kota-kota di Belanda, Roma tidak menyediakan banyak jalur sepeda, dan tidak banyak pula yang menggunakan sepeda, oleh karenanya saya mesti berhati-hati, terutama dengan mobil dan tram. Colosseum pagi itu sudah ramai disesaki wisatawan, mereka datang menggunakan bus-bus besar.
Top Bike Rental

Menuju Colosseum

Colosseum
Setelah berfoto-foto sejenak di Colosseum saya langsung memacu sepeda menuju Vatikan menyusuri sungai Tiber. Nah di sisi sungai ini baru terdapat jalur sepeda, beberapa orang juga tampak berolahraga di pagi yang cerah itu. Dari sisi sungai saya harus naik setinggi 25 meteran melewati puluhan anak tangga untuk menuju ke kawasan Vatikan City. Seorang wisatawan dari India bertanya kepada saya dimana letak Vatikan, untung koneksi data internet saya bisa digunakan meski roaming, jadi saya bisa menunjukkan kepadanya lewat google maps. Saat tiba di Vatikan, sebelum masuk ke Peter's Square tas pengunjung harus diperiksa. Suasana siang yang terik itu di kawasan Peter's Square di penuhi puluhan wisatawan yang asyik berfoto, beberapa orang juga sedang mengantri masuk ke Basilica. Saya menyempatkan membeli beberapa souvenir di Square sana juga di pinggir jalan Via della Conciliazione yang ternyata sedikit lebih murah.

Sungai Tiber
Jalur sepeda di sisi sungai Tiber
Di St Peter's Square dengan latar Basilica di San Pietro
St Peter's Square dan St Peter's Basilica
Toko souvenir di Vatikan
Setelah puas berbelanja, dari Vatikan saya terus ke Castel Sant Angelo, disini juga ramai pengunjung anak-anak muda, mereka berteduh di bawah bayangan bangunan itu, cuaca Roma memang panas sekali siang itu. Setelah itu saya melewati Corte Suprema dan berisitirahat sejenak di simpang Piazza di Ponte Umberto I.
Jembatan Ponte Sant'Angelo
Castel Sant' Angelo
Corte Suprema di Cassazione
Jembatan Ponte Sant'Angelo
Sudah masuk waktu Dzuhur, saatnya shalat di Rome Grand Mosque. Sebelum ke sana, saya mampir ke stadion Olimpico yang sepi karena kompetisi liga Serie A sudah usai. Masjid besar Roma terletak di Utara kota di kawasan berbukit, perlu tenaga ekstra untuk ke sana dengan sepeda. Suasana menjelang dzuhur di Masjid besar Roma tampak begitu sepi, hanya terlihat beberapa orang perempuan berpakaian sari, sepertinya mereka orang Asia Selatan, duduk disekitar gerbang masuk mesjid. Saya langsung menuju ke dalam masjid lalu berwudhu. Masjid itu terdiri dari dua lantai, tempat shalatnya berada di lantai dua. Shalat dzuhur siang itu diikuti sekitar 20-an jamaah termasuk jamaah wanita. Selesai menjalankan shalat dzuhur, perjalanan saya lanjutkan, kembali memacu sepeda mengarah ke selatan kota Roma. Menyusuri jalan Via Flaminia melewati Fontana di Papa Guilio lalu beristirahat di sebuah cafe di persimpangan Piazzale Flaminio.
Stadion Olimpico
Rome Grand Mosque
Fontana di papa giulio

Tram di Roma
Jalan Flaminia
Setelah beristirahat sejenak memperhatikan lalu lalang tram dan orang-orang di simpang itu, saya berjalan ke arah Piazza del Popolo yang sedikit ramai di siang hari itu. Saya terus berjalan ke selatan melewati jalan Via del Corso yang ramai dengan pejalan kaki. Di sepanjang jalan itu terdapat pertokoan menjual barang-barang ternama. Cuaca yang panas membuat perhatian saya malah tertuju ke gerai gelato yang ada di situ. Saya juga berhenti sejenak di depan gerai H&M situ mendengarkan aksi 3 pengamen jalanan memainkan musik latin. Di sebelahnya ada dua orang pedagang mainan yang sibuk memainkan dagangannya. Mata mereka sesekali mengawasi mobil yang berjalan pelan diujung jalan, tiba-tiba seperti ada yang mengagetkan mereka, cepat-cepat mereka kemasi dagangannya dan menjauh dari tempat mereka mangkal. Setelah sebuah mobil yang dari tadi mereka perhatikan itu lewat, dagangan mainan itu mereka gelar kembali.

Porta del Popolo

Piazza del Popolo
Fontana del Nettuno

Santa Maria in Montesanto
Salah satu gerai gelato yang ada di Via del Corso

Aksi pengamen jalanan

Pedagang kaki lima
Ramai pengunjung di Via del Corso
Objek wisata selanjutnya yang saya tuju adalah lapangan Piazza di Spagna. Piazza di Spagna terletak di bawah The Spanish Steps, lapangan ini dirancang oleh Francesco De Sanctis antara tahun 1723 dan 1726. Di tengah lapangan terdapat monumen berbentuk perahu air mancur setengah tenggelam yang disebut "La Barcaccia", Piazza di Spagna merupakan salah satu lapangan yang terkenal di kota Roma. The Spanish Steps merupakan tangga yang dirancang oleh Francesco De Sanctis disitu terdapat 135 anak tangga untuk menghubungkan lapangan dengan Gereja Trinita Dei Monti yang ada di atasnya. Saat tiba di sana, ramai wisatawan yang duduk bersantai di La Barcaccia. Saya lalu menyentuh airnya yang jernih, airnya terasa sejuk. Dari situ saya terus ke selatan menuju Trevi Fountain. Untuk menuju ke sana saya harus menyusuri jalan yang disesaki wisatawan, sepeda yang saya bawa tak bisa dengan leluasa lewat. Suasana di Trevi Fountain sangat sesak oeh wisatawan waktu itu sampai saya kesulitan menuntun sepeda saya. Mereka duduk di pinggir kolam, banyak yang berselfie ria. Tempat itu sesak oleh pengunjung karena area Trevi Fountain tidak terlalu luas. Tidak lama saya berada disana dan bergegas ke Piazza Navona.

The Spanish Steps
La Barcaccia
Piazza di Spagna
Trevi Fountain

Trevi Fountain
Menuju ke Piazza Navona saya melewati Il Tempio di Adriano dan Pantheon, melewati jalanan sempit di Piazza di Pietra, terlihat para pelukis jalanan dengan cat semprot di tangannya mulai melukis keindahan kota ini. Sampai di Piazza Navona saya istirahat sebentar sembari mengisi botol minum dengan air kran yang terus mengalir yang ada di dekat Fontana del Nettuno. Berisitirahat sejenak di sana lalu kembali mengayuh sepeda ke Il Vittoriano. Melihat reruntuhan kota tua Roma di Roman Forum. 

Il Tempio di Adriano
Piazza di Pietra
Pantheon
Piazza Navona
Il Vittoriano
Roman Forum

Sore yang melelahkan. Saya mengembalikan sepeda sekitar pukul 19.00 lt.  Berisitirahat sejenak Parco Del Colle Oppio untuk menunggu buka puasa. Demikian cerita perjalanan liburan saya di kota Roma.

Minggu, 12 Juni 2016

Ramadhan Di Groningen: 19 Jam Puasa & Tarawih di Masjid Turki

Alhamdulillah Kami masih diberikan kesempatan bertemu lagi dengan Ramadhan 1437 H atau tahun 2016. Yang membuat Ramadhan kali ini spesial adalah kami sedang di Groningen, Belanda. Di salah satu kota kecil Eropa dengan populasi muslim minoritas. Populasi muslim disini didominasi orang Turki dan Maroko, serta sedikit pelajar Indonesia.

Hari pertama Ramadhan jatuh tanggal 6 Juni, untungnya kegiatan kuliah sudah selesai, hanya perlu menyelesaikan beberapa tugas saja, jadi aktivitas keluar rumah berkurang. Tapi bukan berarti bisa santai santai. Tetap belajar di rumah. Buka puasa pertama Bunda Nana datang membawa banyak makanan. Bunda membawa buah-buahan, kurma, rendang, ayam dan nasi kuning. Bunda datang dengan segala perlengkapannya, memang Bunda punya usaha catering, AMI Catering namanya. Mendapat berkah banyak suplai makanan saya mengucap syukur, Alhamdulillah karena saya bisa libur masak sejenak ha ha ha. Sebelumnya kami sahur jam 02.30 lt. dan buka puasa jam 22.00 lt. Huft..lumayan juga 19 jam menahan haus dan lapar. Ditambah pula di sini lagi musim semi. Matahari lebih banyak cerahnya. Suhu udara antara 16 derajat di malam hari dan 28 derajat di siang hari.

Buka puasa bersama di masjid Turki
Ramadhan di Groningen tak jauh beda dengan hari biasanya. Aktivitas kota seperti biasa, tidak ada yang aneh, kecuali kami yang lebih bayak di dalam kamar daripada di dapur. Di suatu akhir pekan saya mencoba untuk berbuka puasa dan tarawih di masjid yang ada di Groningen. Pertama saya buka bersama di Masjid Turki di Korreweg. Saya tiba 15 menit sebelum buka puasa. Masjid sore itu tak begitu ramai. Tak lebih dari 15 orang dan sekumpulan remaja Turki yang menggelar buka puasa bersama di ruang makan. Saat saya tiba, sang Imam masjid yang juga biasa menjadi imam shalat Jumat sedang sibuk menyiapkan makanan untuk para jamaah. Menjelang berbuka, kami duduk di sebuah meja panjang yang penuh dengan makanan di ruang depan mesjid, ditemani tayangan langsung sepakbola. Pukul 2206 lt kami berbuka. Di hadapan saya tersedia segelas susu, nasi dan roti, kurma, buah-buahan, bakwan (entah dari mana) dan sepiring makanan yang saya tidak tahu namanya, ukurannya sebesar jari telunjuk, berbungkus daun berwarna hijau tua yang menandakan itu telah dimasak dengan bumbu tertentu. Saya suka makanan itu yang membuat saya mengambil berkali-kali dan melahapnya bersama nasi khas Turki.

Jamaah Tarawih di masjid Turki, Groningen
Selesai berbuka, jamaah langsung menunaikan shalat Magrib. Selesai shalat saya langsung duduk di ruang mesjid menyaksikan laga piala Eropa 2016 antara Inggris dan Rusia. Saya lalu mencari Imam dan bertanya apakah di asjid ini melaksanakan shalat tarawih. Imam mengatakan "iya! nanti jam 23 20 lt, sekitar satu jam." Ia menerangkan dengan bahasa inggris yang susah, sambil menunjuk ke arah waktu shalat yang ada di dinding. Pukul 2300 lt satu persatu jamaah mulai berdatangan, tiga orang mahasiswa Indonesia juga datang saya lihat. Sampai adzan isya jumlah jamaah yang hadir malam itu sekitar 80 orang. Di ruang shalat wanita terdengar ramai jamaah shalat wanita juga ikut shalat di masjid. Selesai shalat Isya langsung dilanjutkan dengan shalat tarawih. Shalat tarawih di masjid ini berlangsung 23 rakaat dengan jeda 4 rakaat. Imam membaca surat-surat pendek waktu itu, jadi terasa cepat. Sekitar pukul 0015 lt shalat tarawih ditutup witir selesai.

(akan disambung setelah saya mendapat mood menulis...)

Selasa, 07 Juni 2016

Kisah Masinis di Empat Kapal Singapura

Ah puasa gini enaknya istirahat menunggu buka puasa. Tapi tiba-tiba saya ingin menulis kisah. Cerita tentang Saya dulu yang pernah bekerja di kapal sebagai masinis. 


Saya lulus dari Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang pada Mei 2006. Setelah sempat menganggur beberapa bulan sembari keliling mencari kerja di Jakarta dan Batam, akhirnya sebuah perusahaan Singapura Megaports Shipmanagement memanggil saya untuk bekerja di kapal mereka. Itu adalah bulan November 2006. Saya diplot sebagai Junior cadet, tak masalah bagi saya yang memang masih kurang pengalaman ini. Kapal pertama saya adalah MT. Star Orion. Kapal tanker class III ber-DWT sekitar 6000an ton berbendera Singapura dengan klas Nippon Kaiji Kyokai. Waktu itu saya naik di WPA Singapura bersama 2 orang Oiler. Saat naik, kapal sedang bunker minyak dan perbekalan. Nakhodanya orang Korea Selatan, sudah tua,  umurnya 72 tahun. Chief Engineernya senior saya angkatan 25, Rihat Hotman, sedangkan Masinis I senior saya angkatan 32, M. Arif Pramono. Di atas kapal sudah bergabung duluan teman se-angkatan saya, Achmad Wisnu. Alhamdulillah mereka semua membantu saya dalam proses awal adaptasi kehidupan di atas kapal waktu itu.

MT. Star Orion di Pontianak
Loading cargo dari tonkang di Pontianak
Pelayaran perdana saya dari Singapura menuju Belitung untuk memuat cargo CPO. Dari Belitung kapal berlayar ke pelabuhan bongkar di Johor Baru. Setelah itu kapal ke Bintulu, Malaysia juga memuat CPO untuk dibawa ke Nabhe, Vietnam. Selama awal-awak di Star Orion semua baik baik saja, kecuali ombak di akhir tahun. Saya sampai muntah kuning dibuatnya, saat itu kapal melewati selat Karimata hendak ke Bintulu, properti di kamar saya berantakan semua, jika badai begitu saya hanya bisa rebahan sambil pegangan di tempat tidur, untungnya badai hanya satu malam. Setelahnya, mungkin hanya sebulan sekali kami menghadapi ekor badai di laut China Selatan sana. Jika sudah begitu nafsu selera makan saya langsung hilang, hanya makan mie mentah dan lebih banyak diam.

Gugusan pulau sebelum memasuki pelabuhan Cailan di Halong, Vietnam
Pasar apung di Nabhe
Pelabuhan Nabhe, Vietnam
Selain orang Indonesia dan Korea selatan, anak buah kapal juga ada orang Myanmar, kami memanggilnya manusia sarung. Karena di negaranya sarungan itu seperti pakai batik di Indonesia. Mungkin di belakang kami mereka panggil orang Indonesia manusia Batikan. Saya tak paham bahasa Myanmar, yang saya tahu mereka senang mengunyah daun sirih, seperti orang-orang tua di kampung.  Beberapa pelabuhan yang sering kami singgahi selain Singapura adalah Johor Baru dan Bintulu (Malaysia),  Belitung, Pontianak, Pasang Kayu, Kuala Tanjung, Dumai, Palembang (Indonesia), Nabhe, Cailan (Vietnam), Saigon (Myanmar) dan satu pelabuhan di Kamboja yang saya lupa namanya. Tapi yang jelas di Indonesia itu semua pelabuhan muat CPO dan sejenisnya, sama juga di Bintulu kami  memuat CPO, di Singapura kami memuat Gasoline atau Kerosene dan sejenisnya, sementara Vietnam, Myanmar, dan Kamboja jadi pelabuhan bongkar.

Pabrik CPO di Kuala Tanjung, Sumatera Utara
Sandar di Mariana, Palembang
Suasana kota Yangon
Gelombang tinggi di laut
Saat bekerja di Control Room
Pengalaman yang paling berkesan di beberapa pelabuhan tadi adalah sistem barter dengan pedagang di pelosok Indonesia. Hal biasa yang bakal ditemui kapal-kapal yang masuk ke pelosok Indonesia. Di Pasang Kayu, Sulawesi Barat kami barter dengan penduduk setempat, mereka membawa ayam, kambing dan buah buahan. Di Pontianak kami barter ikan. Sedang di vietnam kami bisa barter buah-buahan dan pakaian.

Perbaikan bagian haluan di dok Singapura
Pengalaman lainnya waktu di Star Orion adalah kami mengalami tubrukan. Ketika itu dinihari, kapal sedang berlabuh di West OPL Singapura, saya sedang dinas di kamar mesin, cuaca buruk memaksa Kapten untuk bergerak menghindari tubrukan dengan kapal lain yang juga berlabuh di sekitar kapal. Namun, sayang ketika olah gerak, kapal kami menabrak haluan kapal lain. Akhirnya Star Orion terpaksa masuk dok untuk perbaikan. Tapi ini jadi kesempatan kami jalan-jalan di Singapura. Sewaktu terakhir saya turun dari kapal bulan September 2007, Nakhodanya sudah berganti meski tetap dijabat oleh orang Korea. Chief Engineernya juga senior angkatan 15, Dwi Edi Sutantoro. Senior yang cukup tegas namun dia baik. Dia yang mempromosikan saya jadi Masinis III. Bersamanya tiap malam Jumat di atas kapal kami yasinan bersama. Bersamanya juga kami memperbaiki kapal ini, bulan bulan pertama dia bergabung, hampir semua permesinan kami overhaul. Kamar mesin dibuat bersih. Semuanya berjalan lancar, hanya pompa kargo saja yang terus menerus bermasalah. Di kapal ini saya bertemu Masinis I yang sudah tua, seharusnya ia sudah istiraha dan bermain bersama cucunya di rumah. Melihatnya saat itu saya mulai berpikir untuk suatu saat saya akan kerja di darat, sebagai apa saja.

MT. Ocean Sky saat dok di Bangkok
Jalan-jalan ke menara kembar Petronas, Kuala Lumpur
Ho Chi Minh City
Kapal kedua saya adalah MT. Ocean Sky masih di perusahaan yang sama Megaports. Kapalnya hampir seukuran Star Orion, klasnya sama yaitu NK, benderanya juga Singapura, dibangun tahun 1984, setahun lebih muda dari umur saya. Sama seperti Star Orion, mesin induknya 2 tak dan dioperasikan dari kamar mesin. Disini saya menjabat sebagai Masinis II. Kapten dan Chief Engineernya dari Ujung Pandang, hanya saya sendiri dari Semarang, tapi kami tetap kompak. Chief Supartani orangnya santai namun dia lugas dan pintar, dia orang Palopo. Sama seperti Star Orion, kapal ini juga memuat kargo CPO, Sterin, Gasoline, HSD. Pelabuhan yang disinggahi Selain Singapura yaitu Port Klang, Penang, Sungai Udang, Kelantan, Lahad Datu (Malaysia) Jambi, Dumai, Padang, Belinyu, Belitung (Indonesia), Nabhe, Binhduong (Vietnam) Bangkok (Thailand).

Kapal dok di Asia Marine, Bangkok
Ocean Sky sandar di Pelabuhan Johor Baru
Pelabuhan Lahad Datu, Malaysia
Pelabuhan Belinyu, Bangka Belitung
Pengalaman yang paling berkesan di kapal ini adalah kesempatan ikut dok. Waktu itu kapal melakukan dok besar di Bangkok, pokoknya kapal waktu itu dibongkar habis, semua yang keropos diganti baru, hampir sebulan. Puaslah saya jalan-jalan di Bangkok, tapi jalannya hanya malam hari karena siangnya tetap bekerja. Saya turun dari kapal ini sekitar bulan September 2008 di Teluk Bayur, Chief Supartani yang membantu saya, saat itu saya mengejar pendaftaran sekolah ATT-II di Semarang, dan harus segera ke Semarang, beruntung saya masih bisa mendaftar waktu itu.
Perawatan mesin induk kapal
Kapal saya yang ketiga adalah MT. Sinar Tokyo milik Samudera Indonesia. DWTnya hanya 2000an, dengan mesin 4 tak dan sistem telegraph dari anjungan. Saya tertarik gabung di kapal ini karena lebih sering beroperasi di Indonesia, dan juga ada teman seangkatan saya Ricco Wiliyan. Sinar Tokyo adalah kapal chemical tanker kelas I, hampir semua kargo bisa dibawa kapal ini. Bahkan saya lupa kargo apa saja yang dibawa. Saat itu kapal lebih sering mengangkut Gasoline, HSD dan Alcohol atau apa saya lupa. Pelabuhannya antara lain Singapura, Lahad Datu, Bintulu, Kuantan (Malaysia), Merak, Gresik, Samarinda, Tanjung Uban, Matak, Belawan (Indonesia), dan Thailand saya lupa nama pelabuhannya, sepertinya bukan di Bangkok. Saya begitu suka kapal ini, buatan Jepang asli tahun 2004, kapalnya begitu kompak, dari desain hingga pengoperasian. Pengalaman yang menarik dikapal ini adalah mengunjungi Matak, Kepulauan Natuna dan menghadapi badai di Laut China Selatan. Saat itu kapal dari Bintulu menuju ke Thailand, sekitar 3 hari kapal di hantam badai, kecepatan kapal yang biasanya 14 knot jadi hanya 6 knot. Hanya 5 bulan saya disini. Perusahaan memerintahkan saya untuk pindah di MV. Sinar Bima.
Port Klang
Singapura 
Sinar Bima sandar di Keppel, Singapura
Kapal melakukan sedikit perbaikan di bagian lambung kanan 
Pelabuhan Keppel, Singapura 
Pemuatan kontainer ke atas kapal
MV. Sinar Bima adalah kapal terakhir saya, masih milik Samudera Indonesia, berbendera Singapura dengan DWT 13000an panjang 148 meter dibangun tahun 2008 di China. Ini adalah kapal kontainer, meski lebih besar dari kapal-kapal saya sebelumnya, kapal ini lebih santai. Kerja di kapal tanker harus siap sedia menghadapi berbagai inspeksi, dari pelabuhan, pencharter, dari flag state. Beda di kapal kontainer, semua itu tidak terlalu. Meski buatan China, sebagian peralatannya ada yang dari Eropa terutama elektroniknya, klas kapal ini Germanisher Lloyd (GL). Lebih canggih dari kapal-kapal sebelumnya. Start engine saja pakai touch screen, generatornya auto start dan stop. Meski didesain untuk UMS namun berapa kontrol mesin sudah dimodifikasi sehingga tetap harus awak mesin di kontrol room. Selain itu banyak peralatan yang sudah tidak difungsikan, kapal buatan China kurang bagus. Sistem telegraph dari anjungan dengan Controllable Pitch Propeller, daun baling-balingnya bisa digerakkan.

Kota Yangon
Pagoda di kota Yangon
Sinar Bima di pelabuhan Asia World, Yangon.
Selama di kapal ini  pelabuhan yang paling banyak disinggahi ada 3 pelabuhan yaitu Singapura, Port Klang, dan Yangon, sebulan bisa 3 kali. Sisanya hanya satu kali ke Semarang, Bangladesh dan Kalkuta. Kapal ini agak rewel di bagian permesinannya, karena terdapat shaft generator, ketika terjadi masalah dengan mesin induk kapal otomatis langsung blackout. Saya selalu disibukkan dengan Boiler-nya. Seringkali terjadi gagal bakar, entah apa sebabnya, padahal saringan bahan bakar sudah berulangkali dibersihkan, bahkan saya ganti nozzle-nya dengan yang baru tetap saja tak mau menyala. Sampai saya turun masalahnya tidak terpecahkan walau Chief Engineer juga turun tangan. entahlah buatan China ini.

Pelabuhan Kalkuta, India
Latihan keselamatan
Engine control room MV. Sinar Bima
Di kapal ini saya bertemu dengan mbah senior Bas Wid angkatan 2, Masinis I nya juga senior Angkatan 32 mas Haryadi Arifin. Tidak lama Chiefnya di ganti, juga senior angkatan 17, Indradi Hari. Orangnya pintar dan tangkas, saya suka gayanya. Bulan Agustus 2010, saya menyelesaikan kontrak setahun lebih, saya turun di Singapura dan kembali ke Indonesia.

Selama saya di kapal saya bertemu dengan berbagai macam karakter orang dan syukurnya saya bisa bergaul dengan semua, dari aki-aki hingga anak muda seumuran adik saya. Akhirnya, bulan Agustus 2010 merupakan terakhir kalinya saya bekerja di kapal. Cuti dari kapal malah membawa saya bergabung ke Kementerian Perhubungan lagi, bukan sebagai taruna, tapi sebagai PNS di KNKT.

Cabut Bungsu

Saya baru tahu ada gigi yg baru tumbuh saat sudah kita dewasa. Gigi bungsu namanya. Letaknya paling belakang.  Dulu saya sering menghitung j...