Rabu, 13 Januari 2016

Cilebut Macet? How Could It Be...

Macet macet macet... Ane mo liwat kaga bisa, noh angkot pada ngetem sembarangan depan pintu stasiun! Woi! kaga mikir Lu, tiiin...tiiiiiin...berenti sembarangan! 

Catatan ini dibuat untuk memberikan pemahaman yang berbeda tentang situasi kemacetan di Cilebut, tulisan ini mewakili suara orang-orang di Cilebut yang hanya bisa menerima keadaan klo kampung mereka sekarang telah macet.

Ya, macet! kata yang dulu identik dengan Jakarta kini juga pindah ke Cilebut. Bagaimana bisa (how could it be)? kampung kecil di pinggiran Kota Bogor, tiada mall, tiada SPBU, pasar hanya seupil, dan sebagian udah tergusur, bisa ketularan penyakit lalu lintas Jakarta. Oh tidaaak!

Dulu, di tahun 2011, salah satu alasan saya memilih membeli rumah tinggal di Cilebut karena dekat dengan akses kereta, hanya 5 menit dari stasiun ke rumah dengan motor, bahkan di iklan perumahan saya waktu itu hanya 15 menit ke tol Bogor BORR. Saya tidak memilih rumah di sekitar stasiun Bojong Gede yang lebih dekat ke Jakarta satu stasiun dibanding Cilebut karena disana waktu itu sudah macet oleh Angkot. Tapi kini lima tahun setelah tinggal di Cilebut, Cilebut pun ikut macet, sama seperti Bojong Gede, macet di sekitar stasiun.

Dari pengamatan saya, meskipun tidak benar-benar mengamati, macet di sekitar stasiun Cilebut paling sering terjadi di pagi dan sore hingga malam, saat berangkat dan pulang kerja. Dulu mungkin macet atau antrian kendaraan di Jl. Pendidikan situ dari arah Kayu Manis menuju stasiun paling hanya sampai kantor desa, kini bisa sampai Alfa Midi bahkan lebih. Lalu antrian di jalan raya Bojong Gede Cilebut dari arah Jalan baru menuju stasiun hanya sekitar pasar (dulu), kini bisa sampai perumahan PMI. Artinya ini menunjukkan antrian kendaraan yang mau lewat di stasiun Cilebut makin tahun makin panjang.  Nah, lantas kita bertanya apa sih yang menyebabkan macet disana? karena Angkot? atau Ojek? tukang gorengan? karena penumpang kereta? atau ada yang lain. Angkot kan dari dulu sudah ada dan setahu saya jumlahnya tidak bertambah. Ojek? jumlah mereka sih bertambah tapi apa iya ojek menyebabkan macet. 

Kesemua dugaan penyebab macet di atas mungkin ada benarnya. Mereka para Angkot dan Ojek seenaknya berhenti di jalan sempit yang hanya muat dilalui dua mobil, dengan dalih menunggu penumpang untuk mengejar setoran dan sesuap nasi. Selain itu, Ojek-ojek yang berjejer sepanjang jalan stasiun menambah sempit jalan yang sudah sempit, mereka tidak malu-malu kucing bahkan penuh percaya diri dan tanpa merasa berdosa memarkirkan sepeda motornya persis di depan pintu keluar stasiun, mungkin dalam hati mereka ampe bilang gini ‘Gua anak kampung dimarih, mau ape lu, Gua kang ojek lagi kerja’, iyalah tapi biase aje kalee, Bang. 

Tentu saja abang sedang kerja mencari nafkah buat keluarga, tapi apa yang abang lakukan telah menimbulkan kemacetan di sekitar stasiun. Belum lagi mereka tuh berebutan lahan sama tukang jualan di pinggir jalan, maklum akses tinggi merupakan modal jualan, semakin dekat dengan pembeli berarti kemungkinan transaksi jual beli lebih banyak. Jadilah semuanya bersatu padu me-macet-kan simpang tiga stasiun itu, dan sepertinya mereka tak ada yang peduli, tinggallah para pejalan kaki yang berjalan dengan muka kesal kadang menggerutu menerobos barisan kendaraan yang terhenti.

Dan juga penumpang kereta bila mereka turun dengan jumlah ratusan mereka juga sukses membuat jalanan macet. Kebanyakan penumpang berjalan menyeberang ke arah Kayu Manis sebagian langsung naik angkot dan ojek dari depan stasiun.

Simpang tiga stasiun itu sedikit agak lancar kalo ada bapak petugas polisi atau dishub yang berdiri disana marah-marahin tuh sopir angkot dengan sedikit ‘priiit...priiit...’ semua minggir, dalam situasi begitu tuh abang-abang ojekpun ikut rapi menjauh dari pintu stasiun, para kang ojek lalu dengan muka agak selow sambil melambai ke penumpang kereta dari jauh karena diusir petugas, para penumpang kereta yang baru saja turun dan merasa sebentar heran jalanan jadi lega, tapi sayangnya bapak petugas itu cuma hadir kadang-kadang saja, lebih banyak ngga hadirnya, mungkin mereka juga pusing.

Tapi tunggu dulu, mungkin bukan hanya itu penyebab macet. Lihatlah Cilebut sekarang, kebun-kebun jambu (biji) telah berubah menjadi kawasan hunian dengan ratusan hingga ribuan unit rumah dan hampir semuanya telah dihuni. Lahan kosong kini telah berganti menjadi kawasan hunian strategis dengan iming-iming akses kereta dan jalan tol BORR. Maka laris manislah perumahan itu, ada akses kereta, dekat dengan tol dan di pinggiran kota Bogor pula dan bisa anda bayangkan bila di setiap rumah itu punya motor atau mobil, lalu keluar dalam waktu bersamaan, berangkat kerja dan pulang kerja melewati jalan sempit, ya pastilah macet. Jadi dengan adanya akses kereta dan jalan tol, kampung Cilebut menjadi sangat menarik, kampung yang dulu sepi bahkan jumlah ternaknya dan jambunya lebih banyak dari manusianya kini perlahan berubah menjadi seperti sesak dengan perumahan baru. 

Saya mau membandingkan jumlah penduduk dulu tahun 2000an dengan yang sekarang (2015) cuma datanya ngga nemu, yang ada hanya data penduduk tahun 2012. Jumlah penduduk di dua desa yaitu di desa Cilebut timur pada tahun 2012 (BPS, 2014) mencapai 18 ribu jiwa dan kepadatannya 14 ribu/km2 dengan jumlah rumah tangga 4 ribu kk sementara desa Cilebut barat 27 ribu jiwa dengan kepadatan 6 ribu-jiwa/km2 dan jumlah rumah tangga 6 ribu kk. Jumlah itu dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya perlahan namun jelas terus bertambah, artinya orang yang tinggal di Cilebut terus bertambah banyak bahkan sebenarnya lebih dari angka itu karena masih banyak warga Cilebut tapi KTPnya daerah lain.

Pertumbuhan jumlah penduduk (dan kendaraannya juga) tidak diimbangi dengan pertumbuhan jalan, makanya kita kadang merasa ‘koq jalan semakin rame’ atau ‘koq sepertinya jalan semakin sempit’ atau ‘koq move-on nya lama banget (#kebawa edisi pilpres)’. Kembali lagi ke macet di simpang tiga stasiun, lantas apa yang bisa diperbuat untuk mengurai macet di pagi dan sore hari disana itu? Saya mulai memberikan beberapa jalan keluar dari pemikiran saya yang tentu harus dikaji lagi dengan ahlinya (yang jelas bukan Fauzi Bowo), pemikiran orang yang paham sedikit, saya mulai dari yang paling sulit.

Pertama, kesadaran semua pihak, ini yang paling paling paling sulit. Mereka tuh para penyebab macet musti sadar tindakan mereka merugikan orang lain, jalanan jadi stag diem kaga gerak. Para sopir angkot musti sadar klo mereka dkk adalah biang tersendatnya lalu lintas, mereka harus teratur ngetem dan berada jauh dari pintu stasiun. Begitupun kang ojek, mereka harus sadar, mereka tidak boleh berada di daerah yang mengakibatkan arus lalu lintas jadi tersendat (bagusnya sih dibuatin tempat khusus). Sama juga dengan tukang jualan mereka tidak boleh berdagang di area pejalan kaki di sekitar stasiun, maksudnya ya berilah ruang buat orang jalan kaki. 

Kenapa saya taruh kesadaran jadi yang pertama dan sulit, karena mengubah kebiasaan atau budaya butuh puluhan tahun (klo ngga pakai aturan keras). Tapi masalahnya kita sering mengambil jalan pintas dengan membuat aturan dari pada mengajak orang untuk sadar dan berubah. Lebih memilih harus ada petugas hadir untuk mengatur lalu lintas (sifat kita yang selalu terbiasa dilayani orang lain) daripada merubah kebiasaan. Meskipun sulit, melalui komunikasi dengan mereka dan mengajak untuk berubah maka hal ini merupakan cara termurah untuk mengubah keadaan. Tapi pertanyaan yang tersisa, siapa yang harus melakukannya? karena ini butuh konsistensi.

Kedua, pemda Kab. Bogor harus buat jalan baru di Cilebut, sehingga ada alternatif pilihan orang tidak lagi melewati simpang tiga stasiun, meskipun tidak memecahkan masalah utamanya tapi arus lalu lintas akan berkurang sedikit dengan adanya jalan alternatif, orang akan menghindari lewat simpang tiga stasiun di pagi dan sore hari. Tapi ini hanya berlaku sebentar, paling kuat 5 tahun, karena dari apa yang saya pelajari di sekolah ini seperti 'lingkaran setan', "Macet karena banyak kendaraan lalu bangun jalan baru, lalu lancar, trus kendaraan tambah banyak lagi, lalu muncul macet lagi", seperti ga habis habis siklusnya.

Ketiga, mau ngga itu PT. KAI menambah dan/atau memindahkan pintu stasiun terutama yang sisi barat (jalan raya), seandainya pintu dibuat agak jauh dari simpang tiga Cilebut dan dibuat pintu utara dan selatan maka konsentrasi macet akan terpecah tidak lagi di sekitar simpang tiga itu. Pergerakan masuk dan keluar penumpang kereta sangat berpengaruh dengan kelancaran lalu lintas di sekitar stasiun, angkot dan ojek ngetem ya karena adanya penumpang itu.

Keempat, anda, ya anda, para penumpang kereta atau para pengguna ojek dan angkot harus turut membantu untuk tidak ikut menjadi penyebab kemacetan, meskipun dengan cara yang sepele, seperti dengan cara jangan naik atau turun dari angkot atau ojek di dekat stasiun, berjalanlah sedikit tung itung olahraga, turun dan naiklah agak menjauh dari stasiun, toh anda yang mengendalikan mereka atau mereka akan mendekati anda. Atau anda menggunakan sepeda dari rumah ke stasiun daripada membawa kendaraan ke stasiun, lalu parkir di stasiun yang parkirannya gratis disediakan PT. KAI (ngarep...). 

Nah itu adalah langkah-langkah yang musti dilakukan untuk mengatasi masalah kemacetan di Cilebut meskipun belum menyelesaikan masalah utamanya yaitu penataan lahan.

Sepertinya situasi macet ini akan terus terjadi  (meskipun stasiun Sukasari nanti jadi dibangun) selama sistem angkutan yang ada tidak benar-benar diatur dan diperbaiki. Selama sistem angkutan yang ada tidak berubah total ditambah lagi banyak orang semakin mengandalkan kendaraan pribadi maka macet di Cilebut akan tetap ada dan semakin parah. 

Tak usahlah anda berharap pemerintah akan merubahnya atau membuat sistem angkutan umum yang terintegrasi, butuh dana yang sangat besar (membuat jalan dan pembebasan lahan) dan komitment (prioritas) untuk menyelesaikan masalah yang mungkin dianggap sepele oleh mereka. Belum lagi tadi masalah utamanya yaitu penataan lahan dan desain kota yang amburadul. Pemerintah daerah enak saja mengijinkan kebun-kebun dirubah jadi perumahan tanpa membangun jalan alternatif atau menyediakan angkutan umum yang bisa diakses di dekat rumah, atau membangun kawasan pejalan kaki (yang ini boro-boro) agar orang bisa mengurangi menggunakan kendaraan pribadi.

Paling tidak saran saya yang keempat itu dapat  anda terapkanlah, naik sepeda atau turun/naik agak jauh dari stasiun, apalagi selagi diantar oleh kang ojek atau angkot anda kasih tau tuh kang ojek or sopir angkot, anda kasih ceramah dikit klo anda hanya mau naik yang jauh dari stasiun biar ga bikin macet, trus nanti pas anda turun kasih lebih ongkosnya ha ha ha... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cabut Bungsu

Saya baru tahu ada gigi yg baru tumbuh saat sudah kita dewasa. Gigi bungsu namanya. Letaknya paling belakang.  Dulu saya sering menghitung j...