Rabu, 22 Juni 2016

Akhirnya Ke Roma Juga


Seri liburan di Eropa saya ditutup dengan pergi ke Italia, Roma adalah kota pertama yang saya pilih. Saya memulai perjalanan dari Stasiun Tibutina menuju stasiun Tirmini dengan menggunakan metro, tiketnya hanya 1,5 euro untuk sekali jalan. Tujuan pertama saya adalah stasiun Re Di Roma, Selatan kota. Dari stasiun Re Di Roma saya memulai perjalanan ke Basilica di Santa Croce in Gerusalemme lalu terus melewati taman Giardini di Via Carlo Felice ke basilica di San Giovanni in Laterano, dari sini sudah nampak puluhan wisatawan yang sedang mengikuti tour, mereka para lansia.

Peta metro di Roma
Mesin tiket metro Roma
Stasiun Metro Roma Tiburtina
Suasana di dalam metro
Stasiun Re di Roma 
Basilica di San Giovanni in Laterano
Karena saya akan menghabiskan hampir seharian di kota Roma, saya akhirnya memutuskan menyewa sepeda untuk mengelilingi kota Roma, daripada berjalan kaki akan terasa lebih ringan dengan sepeda. Pengalaman di Amsterdam terbukti lebih mudah mengelilingi kota mengunjungi banyak objek wisata dengan sepeda. Saya menyewa sepeda di Top Bike Rental di jalan Via Labicana 49. Mereka menyediakan berbagai jenis sepeda, harga sewanya seharian 15 euro. Meski informasi di internet menyatakan tempatnya buka jam 10.00 pagi, saat tiba disana jam 09.00 saya sudah bisa mengambil sepeda yang sebelumnya saya booking. Tidak lupa peta gratis kota Roma saya comot dari sana. Oke, sepeda sudah siap, peta sudah di tangan, saatnya berkeliling kota Roma. Obyek wisata pertama yang saya tuju adalah, Colosseum, itu tidak jauh dari tempat penyewaan sekitar seratusan meter. Tidak seperti kota-kota di Belanda, Roma tidak menyediakan banyak jalur sepeda, dan tidak banyak pula yang menggunakan sepeda, oleh karenanya saya mesti berhati-hati, terutama dengan mobil dan tram. Colosseum pagi itu sudah ramai disesaki wisatawan, mereka datang menggunakan bus-bus besar.
Top Bike Rental

Menuju Colosseum

Colosseum
Setelah berfoto-foto sejenak di Colosseum saya langsung memacu sepeda menuju Vatikan menyusuri sungai Tiber. Nah di sisi sungai ini baru terdapat jalur sepeda, beberapa orang juga tampak berolahraga di pagi yang cerah itu. Dari sisi sungai saya harus naik setinggi 25 meteran melewati puluhan anak tangga untuk menuju ke kawasan Vatikan City. Seorang wisatawan dari India bertanya kepada saya dimana letak Vatikan, untung koneksi data internet saya bisa digunakan meski roaming, jadi saya bisa menunjukkan kepadanya lewat google maps. Saat tiba di Vatikan, sebelum masuk ke Peter's Square tas pengunjung harus diperiksa. Suasana siang yang terik itu di kawasan Peter's Square di penuhi puluhan wisatawan yang asyik berfoto, beberapa orang juga sedang mengantri masuk ke Basilica. Saya menyempatkan membeli beberapa souvenir di Square sana juga di pinggir jalan Via della Conciliazione yang ternyata sedikit lebih murah.

Sungai Tiber
Jalur sepeda di sisi sungai Tiber
Di St Peter's Square dengan latar Basilica di San Pietro
St Peter's Square dan St Peter's Basilica
Toko souvenir di Vatikan
Setelah puas berbelanja, dari Vatikan saya terus ke Castel Sant Angelo, disini juga ramai pengunjung anak-anak muda, mereka berteduh di bawah bayangan bangunan itu, cuaca Roma memang panas sekali siang itu. Setelah itu saya melewati Corte Suprema dan berisitirahat sejenak di simpang Piazza di Ponte Umberto I.
Jembatan Ponte Sant'Angelo
Castel Sant' Angelo
Corte Suprema di Cassazione
Jembatan Ponte Sant'Angelo
Sudah masuk waktu Dzuhur, saatnya shalat di Rome Grand Mosque. Sebelum ke sana, saya mampir ke stadion Olimpico yang sepi karena kompetisi liga Serie A sudah usai. Masjid besar Roma terletak di Utara kota di kawasan berbukit, perlu tenaga ekstra untuk ke sana dengan sepeda. Suasana menjelang dzuhur di Masjid besar Roma tampak begitu sepi, hanya terlihat beberapa orang perempuan berpakaian sari, sepertinya mereka orang Asia Selatan, duduk disekitar gerbang masuk mesjid. Saya langsung menuju ke dalam masjid lalu berwudhu. Masjid itu terdiri dari dua lantai, tempat shalatnya berada di lantai dua. Shalat dzuhur siang itu diikuti sekitar 20-an jamaah termasuk jamaah wanita. Selesai menjalankan shalat dzuhur, perjalanan saya lanjutkan, kembali memacu sepeda mengarah ke selatan kota Roma. Menyusuri jalan Via Flaminia melewati Fontana di Papa Guilio lalu beristirahat di sebuah cafe di persimpangan Piazzale Flaminio.
Stadion Olimpico
Rome Grand Mosque
Fontana di papa giulio

Tram di Roma
Jalan Flaminia
Setelah beristirahat sejenak memperhatikan lalu lalang tram dan orang-orang di simpang itu, saya berjalan ke arah Piazza del Popolo yang sedikit ramai di siang hari itu. Saya terus berjalan ke selatan melewati jalan Via del Corso yang ramai dengan pejalan kaki. Di sepanjang jalan itu terdapat pertokoan menjual barang-barang ternama. Cuaca yang panas membuat perhatian saya malah tertuju ke gerai gelato yang ada di situ. Saya juga berhenti sejenak di depan gerai H&M situ mendengarkan aksi 3 pengamen jalanan memainkan musik latin. Di sebelahnya ada dua orang pedagang mainan yang sibuk memainkan dagangannya. Mata mereka sesekali mengawasi mobil yang berjalan pelan diujung jalan, tiba-tiba seperti ada yang mengagetkan mereka, cepat-cepat mereka kemasi dagangannya dan menjauh dari tempat mereka mangkal. Setelah sebuah mobil yang dari tadi mereka perhatikan itu lewat, dagangan mainan itu mereka gelar kembali.

Porta del Popolo

Piazza del Popolo
Fontana del Nettuno

Santa Maria in Montesanto
Salah satu gerai gelato yang ada di Via del Corso

Aksi pengamen jalanan

Pedagang kaki lima
Ramai pengunjung di Via del Corso
Objek wisata selanjutnya yang saya tuju adalah lapangan Piazza di Spagna. Piazza di Spagna terletak di bawah The Spanish Steps, lapangan ini dirancang oleh Francesco De Sanctis antara tahun 1723 dan 1726. Di tengah lapangan terdapat monumen berbentuk perahu air mancur setengah tenggelam yang disebut "La Barcaccia", Piazza di Spagna merupakan salah satu lapangan yang terkenal di kota Roma. The Spanish Steps merupakan tangga yang dirancang oleh Francesco De Sanctis disitu terdapat 135 anak tangga untuk menghubungkan lapangan dengan Gereja Trinita Dei Monti yang ada di atasnya. Saat tiba di sana, ramai wisatawan yang duduk bersantai di La Barcaccia. Saya lalu menyentuh airnya yang jernih, airnya terasa sejuk. Dari situ saya terus ke selatan menuju Trevi Fountain. Untuk menuju ke sana saya harus menyusuri jalan yang disesaki wisatawan, sepeda yang saya bawa tak bisa dengan leluasa lewat. Suasana di Trevi Fountain sangat sesak oeh wisatawan waktu itu sampai saya kesulitan menuntun sepeda saya. Mereka duduk di pinggir kolam, banyak yang berselfie ria. Tempat itu sesak oleh pengunjung karena area Trevi Fountain tidak terlalu luas. Tidak lama saya berada disana dan bergegas ke Piazza Navona.

The Spanish Steps
La Barcaccia
Piazza di Spagna
Trevi Fountain

Trevi Fountain
Menuju ke Piazza Navona saya melewati Il Tempio di Adriano dan Pantheon, melewati jalanan sempit di Piazza di Pietra, terlihat para pelukis jalanan dengan cat semprot di tangannya mulai melukis keindahan kota ini. Sampai di Piazza Navona saya istirahat sebentar sembari mengisi botol minum dengan air kran yang terus mengalir yang ada di dekat Fontana del Nettuno. Berisitirahat sejenak di sana lalu kembali mengayuh sepeda ke Il Vittoriano. Melihat reruntuhan kota tua Roma di Roman Forum. 

Il Tempio di Adriano
Piazza di Pietra
Pantheon
Piazza Navona
Il Vittoriano
Roman Forum

Sore yang melelahkan. Saya mengembalikan sepeda sekitar pukul 19.00 lt.  Berisitirahat sejenak Parco Del Colle Oppio untuk menunggu buka puasa. Demikian cerita perjalanan liburan saya di kota Roma.

Minggu, 12 Juni 2016

Ramadhan Di Groningen: 19 Jam Puasa & Tarawih di Masjid Turki

Alhamdulillah Kami masih diberikan kesempatan bertemu lagi dengan Ramadhan 1437 H atau tahun 2016. Yang membuat Ramadhan kali ini spesial adalah kami sedang di Groningen, Belanda. Di salah satu kota kecil Eropa dengan populasi muslim minoritas. Populasi muslim disini didominasi orang Turki dan Maroko, serta sedikit pelajar Indonesia.

Hari pertama Ramadhan jatuh tanggal 6 Juni, untungnya kegiatan kuliah sudah selesai, hanya perlu menyelesaikan beberapa tugas saja, jadi aktivitas keluar rumah berkurang. Tapi bukan berarti bisa santai santai. Tetap belajar di rumah. Buka puasa pertama Bunda Nana datang membawa banyak makanan. Bunda membawa buah-buahan, kurma, rendang, ayam dan nasi kuning. Bunda datang dengan segala perlengkapannya, memang Bunda punya usaha catering, AMI Catering namanya. Mendapat berkah banyak suplai makanan saya mengucap syukur, Alhamdulillah karena saya bisa libur masak sejenak ha ha ha. Sebelumnya kami sahur jam 02.30 lt. dan buka puasa jam 22.00 lt. Huft..lumayan juga 19 jam menahan haus dan lapar. Ditambah pula di sini lagi musim semi. Matahari lebih banyak cerahnya. Suhu udara antara 16 derajat di malam hari dan 28 derajat di siang hari.

Buka puasa bersama di masjid Turki
Ramadhan di Groningen tak jauh beda dengan hari biasanya. Aktivitas kota seperti biasa, tidak ada yang aneh, kecuali kami yang lebih bayak di dalam kamar daripada di dapur. Di suatu akhir pekan saya mencoba untuk berbuka puasa dan tarawih di masjid yang ada di Groningen. Pertama saya buka bersama di Masjid Turki di Korreweg. Saya tiba 15 menit sebelum buka puasa. Masjid sore itu tak begitu ramai. Tak lebih dari 15 orang dan sekumpulan remaja Turki yang menggelar buka puasa bersama di ruang makan. Saat saya tiba, sang Imam masjid yang juga biasa menjadi imam shalat Jumat sedang sibuk menyiapkan makanan untuk para jamaah. Menjelang berbuka, kami duduk di sebuah meja panjang yang penuh dengan makanan di ruang depan mesjid, ditemani tayangan langsung sepakbola. Pukul 2206 lt kami berbuka. Di hadapan saya tersedia segelas susu, nasi dan roti, kurma, buah-buahan, bakwan (entah dari mana) dan sepiring makanan yang saya tidak tahu namanya, ukurannya sebesar jari telunjuk, berbungkus daun berwarna hijau tua yang menandakan itu telah dimasak dengan bumbu tertentu. Saya suka makanan itu yang membuat saya mengambil berkali-kali dan melahapnya bersama nasi khas Turki.

Jamaah Tarawih di masjid Turki, Groningen
Selesai berbuka, jamaah langsung menunaikan shalat Magrib. Selesai shalat saya langsung duduk di ruang mesjid menyaksikan laga piala Eropa 2016 antara Inggris dan Rusia. Saya lalu mencari Imam dan bertanya apakah di asjid ini melaksanakan shalat tarawih. Imam mengatakan "iya! nanti jam 23 20 lt, sekitar satu jam." Ia menerangkan dengan bahasa inggris yang susah, sambil menunjuk ke arah waktu shalat yang ada di dinding. Pukul 2300 lt satu persatu jamaah mulai berdatangan, tiga orang mahasiswa Indonesia juga datang saya lihat. Sampai adzan isya jumlah jamaah yang hadir malam itu sekitar 80 orang. Di ruang shalat wanita terdengar ramai jamaah shalat wanita juga ikut shalat di masjid. Selesai shalat Isya langsung dilanjutkan dengan shalat tarawih. Shalat tarawih di masjid ini berlangsung 23 rakaat dengan jeda 4 rakaat. Imam membaca surat-surat pendek waktu itu, jadi terasa cepat. Sekitar pukul 0015 lt shalat tarawih ditutup witir selesai.

(akan disambung setelah saya mendapat mood menulis...)

Jumat, 03 Juni 2016

Singgah di Roermond Lalu Menjejak Titik Tiga Negara Sebelum Menikmati Sore di Ujung Belanda


Mengikuti saran Om Bert, akhirnya saya bersama 3 orang teman pergi juga ke Vaals. Om Bert itu adalah suami Bunda Nana. Bunda Nana itu dari Bengkulu, dia itu teman mertua saya. Sewaktu muda dia memilih merantau ke Belanda dan menikah dengan orang Belanda. Dia tinggal di Drachten, 40 menit dari Groningen. Saya sudah dua kali main ke rumahnya. Dari Om Bert lah saya tahu tentang Vaals. Dia juga dulu yang menyarankan untuk pergi ke desa kincir angin Kinderdijk.

Terminal bus Roermond
Bus no. 77 ke Venlo 
Designer Outlet Roermond

Toko-toko merek terkenal ada disini
Anak-anak bermain air mancur
Kami berangkat dari Groningen pagi-pagi sekali karena Vaals itu jauh di Selatan Belanda. Butuh 5 jam kesana. Sebelum ke Vaals kami mau mampir dulu ke Roermond. Dari Groningen kami harus berganti kereta di Utrecht. Kami bertemu dengan rekan PPI Groningen, mereka mau ke Maastricth, ada perlombaan bulutangkis disana. Dari Utrecht kami naik kereta yang ke Roermond. Roermond sebuah kota kecil antara Eindhoven dan Maastricht, disini ada tempat belanja terkenal, namanya Designer Outlet Roermond. Hampir sama seperti Fashion Outlet Batavia Stad, tapi disini sedikit agak besar dan ramai, terutama oleh wisatawan dari Jerman. Dari stasiun Roermond kami naik bus no 77 tujuan Venlo dan turun di halte Wilhelminasingel, dekat saja, hanya 7 menit dengan bus. Kami hanya berkeliling sebentar melihat-lihat tanpa membeli sesuatu kecuali seporsi kentang goreng yang saya habiskan sendiri sambil memperhatikan anak kecil bermain air di bawah sinar matahari yang cerah namun udaranya yang dingin.

Menunggu bus di halte Vaals
Mini bus nomor 149 yang ke Drielandpunt
Kami kembali ke stasiun Roermond lalu naik kereta ke Heerlen. Dari Heerlen kami naik bus no. 43 ke stasiun bus Vaals. Selama perjalanan kami merasakan bus memasuki dataran tinggi, tampak bukit-bukit hijau yang jarang sekali kami temui di daerah Utara Belanda. Walau berbukit, jalur sepeda menjadi prasarana yang wajib di tiap kota, meski tak banyak orang yang menggunakan sepeda kami lihat. Sampai di Vaals kami mesti menunggu 20 menit sesuai jadwal bus yang ke Drielandpunt. 2 menit mendekati jadwal keberangkatan tapi bus no. 149 yang kami tunggu tak kunjung datang. Mendekati jadwal keberangkatan bus, seorang lelaki tua keluar dari Minibus yang terparkir sejak tadi di depan kami. Lelaki itu lalu bertanya apakah kami mau ke Drielandpunt? serentak kami jawab Ja!. Ternyata bus yang ke Drielandpunt tidak seperti yang kami bayangkan, itu hanya van kecil berwarna putih dengan bangku penumpang 7 orang. Masih sedikit besar Minibus di Otterlo waktu kami ke Hoge de Veluwe. Di dalam mobil itu sudah ada seorang wanita dan anaknya, sepertinya mereka juga mau naik ke atas.

Pintu masuk Drielandpunt
Kawasan wisata Drielandpunt
Menara pandang Koning Boudewijntoren
Monumen titik perbatasan tiga negara
Drielandpunt merupakan titik pertemuan tiga negara yaitu Belanda, Jerman dan Belgia. Titik perbatasan itu terletak di atas bukit dengan ketinggian kurang lebih 300 meter di atas permukaan laut. Mungkin ini gunung tertinggi di Belanda. Terdapat menara pandang untuk melihat pemandangan dari ketinggian. Pengunjung yang ingin masuk cukup membeli tiket 3,5 euro. Peluang bisnis di kawasan ini sepertinya hanya dimanfaatkan Belanda dan Belgia. Belanda membangun restoran, toko souvenir dan labyrint untuk anak-anak. Sementara Belgia membangun menara pandang dan restoran. Hanya Jerman yang tidak membangun apa-apa, mungkin mereka sudah betul-betul kaya. Selama disana banyak pengunjung yang datang dari berbagai daerah bahkan negara. Lalu lalang mobil melintas antara Belanda dan Jerman tampak ramai siang itu. Kami makan siang sejenak sebelum memutuskan kembali ke stasiun bus Vaals. Kami kembali dengan mobil yang sama, serta penumpang dan sopir yang sama. Dari Vaals kami langsung naik bus no 50 ke Maastricht. Bus penuh dan riuh siang itu oleh rombongan pelajar yang juga mau ke stasiun Maastricht.

Terminal bus Maastricht
Stasiun Maastricht
Sungai Maas
Toko buku Dominikan
Basiliek van Sint Servaas
Sore di depan Basiliek van Sint Servaas dan Sint Janskerk
Sore di lapangan Vrijthof
Tidak banyak tempat yang menarik kami lihat di Maastricht dari internet. Tujuan pertama kami adalah pergi melihat-lihat Centrum atau pusat kota. Dari stasiun kami berjalan ke Barat menyeberangi sungai Maas. Minggu sore menjelang tutup toko-toko di tengah kota itu, orang-orang masih ramai yang berlalu lalang. Setelah berbelanja souvenir dan beberapa barang kami menuju ke Boekhandel Dominicanen itu adalah toko buku yang unik di sebuah gereja Dominika tua berusia 700 tahun. Tapi sayang, kami tiba disana sudah jam 17.00, toko buku itu sudah tutup. Kami lalu menuju lapangan Vrijthof. Di sepanjang jalan Vrijthof itu ramai orang bersantai di restoran menikmati cerahnya matahari sore. Kami lalu hanya berfoto sebentar di depan Basiliek van Sint Servaas.

Stadhuis van Maastricht
Stanbeeld van Minckeleers
Kapal-kapal di pinggir sungai Maas
Dari situ kami berjalan ke Markt. Disana ada Stadhuis van Maastricht atau balai kota dengan arsitektur tahun 1800an yang dibangun sekitar tahun 1659. Di pinggir lapangan berdiri patung Minckeleers. Jean Pierre Minckeleers adalah seorang ilmuwan Belanda penemu gas batubara yang lahir pada tahun 1748.

Hari sudah semakin sore, perjalanan ke Groningen cukup lama, kami sudah kelelahan dan takut kemalaman, waktunya pulang.


Cabut Bungsu

Saya baru tahu ada gigi yg baru tumbuh saat sudah kita dewasa. Gigi bungsu namanya. Letaknya paling belakang.  Dulu saya sering menghitung j...