Selasa, 11 Juli 2017

Angkot: Roda Kehidupan Tak Berputar Disini


Mungkin anda pernah mendengar ungkapan 'Roda Kehidupan Pasti Berputar'. Ungkapan itu sepertinya tak berlaku di dunia Angkot, transportasi umum berupa mobil berpenumpang belasan orang yang hampir ada di seluruh kota di Indonesia.

Tulisan ini hasil penelusuran singkat bersama orang-orang yang terlibat di dalam per-angkot-an di kota Bandung.

Kejayaan Angkot
Pada tahun 80an-90an mungkin industri angkot dirintis di kota Bandung. Pada waktu itu orang yang memiliki kendaraan pribadi masih sangat sedikit. Masyarakat sangat mengandalkan Angkot. Usaha yang dirintis oleh beberapa orang ini lalu berkembang, dan menjadi andalan. Seiring perkembangan kota, jumlah angkot semakin bertambah. Masa-masa ini adalah masa-masa jaya pemilik dan pengemudi Angkot. Penghasilan yang di dapat oleh pengemudi dan pemilik dari usaha Angkot sangatlah besar. Mereka bisa membayar kredit Angkot, bahkan tidak sedikit yang mampu membangun rumah hanya dari usaha Angkot. Para pengusaha yang awalnya punya satu armada, sedikit-sedikit berkembang hingga belasan dan bahkan puluhan. Sementara para pengemudi waktu itu cukup bekerja setengah hari, hasilnya sudah sangat wah. Kebanyakan satu Angkot dioperasikan dua orang pengemudi yang berganti shift pagi dan siang, sementara di malam hari banyak yang beristirahat. 

Industri ini juga berhasil menarik para pekerja kalangan bawah, mereka para pengemudi banyak yang hanya berbekal ijazah SMP, SD, bahkan ada yang tak bersekolah. Mereka datang dari berbagai daerah menikmati manisnya industri angkutan umum di kota Bandung. Sementara waktu itu, para penumpang rela menunggu dan berebut untuk naik angkot. Mulai dari pelajar, mahasiswa, ibu-ibu ke pasar, dan para pekerja, setia menggunakan Angkot. Sampai-sampai mereka rela duduk di lantai angkot, berimpitan, bergelantungan di pintu agar bisa sampai ke tempat tujuan. Saat krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998, saat banyak orang merasa khawatir akan perekenomiannya, industri angkot tak terpengaruh, tuh. Penghasilan para pengemudi waktu itu bisa mencapai 250-300 ribu dalam sehari, sudah diluar makan dan bahan bakar. Masa-masa ini adalah masa indah kehidupan pengusaha dan pengemudi angkot.

Mereka pun Mulai Kolaps
Pertumbuhan ekonomi di Kota Bandung, lalu meningkatnya ekonomi masyarakat secara perlahan mulai memberikan pengaruh pada industri ini. Banyak orang mulai memiliki kendaraan pribadi dan meninggalkan Angkot. Kepemilikan motor dengan cicilan yang murah perlahan-lahan mulai mengurangi jumlah pengguna Angkot. Kondisi ini direspon tidak dengan meningkatkan pelayanannya, para pengemudi angkot seakan terlena dan tak menyadari bahwa para penumpang mulai menimbang untung rugi menggunakan angkot dan membandingkannya dengan membeli  motor. Kondisi ini terus berjalan hingga tahun 2000an. Pada masa-masa ini mulai timbul persaingan antara Angkot dan kepemilikan kendaraan. Faktor ekonomis, keamanan, kecepatan, menerobos sempitnya jalanan di Kota Bandung telah menjadikan sepeda motor mengalahkan semua moda, sepeda motor mulai mendominasi dan menjadi pilihan masyarakat, sedang angkot perlahan mulai ditinggalkan.

Pertambahan jumlah penduduk yang diikuti pertumbuhan kepemilikan kendaraan pribadi lalu memunculkan masalah di kota. Kemacetan adalah hal yang nampak dan paling dirasakan. Pemerintah lalu muncul dengan wacana untuk membangun angkutan massal, dengan bus dan kereta. Sementara angkot, industri ini mulai diperketat dengan pengelolaan yang harus berbadan hukum, meski di lapangan masih diurus oleh pemilik masing-masing. Industri ini kini mulai dipandang negatif, mulai dari masalah kenyamanan dan keamanan, hingga kejelasan tarif dan stigma buruk lainnya. Tak ayal pemerintah semakin menjadi-jadi untuk mengembangkan angkutan massal, sementara angkot tetap ditinggalkan. Aturan baru tentang pengelolaan yang berbadan hukum diikuti oleh aturan standar pelayanan yang harus diberikan angkot bukannya menyelamatkan industri ini, masyarakat sudah tidak tertarik dengan angkot, kecuali mereka yang tidak memiliki kendaraan.

Kondisi-kondisi tersebut semakin menekan para pengusaha, pengeluaran untuk biaya perawatan lebih besar dari pemasukan yang didapat akibat rendahnya jumlah penumpang. Sekarang anda akan melihat banyak angkot Kota Bandung berlalu-lalang hanya membawa 1 atau 2 penumpang, bahkan seringkali kosong. Lalu anda juga akan melihat banyak angkot yang diparkir dan tidak beroperasi hingga berhari-hari. Semua itu karena tidak ada sopir yang mampu memenuhi setoran akibat rendahnya jumlah penumpang. "Sekarang Angkot sudah susah!", "Angkot sudah kolaps", "bisa dapat 50 ribu sehari saja udah hebat", Itu yang mereka pengusaha dan pengemudi ungkapkan. 

Apalagi sekarang, di Bandung juga mulai berkembang angkutan berbasis aplikasi, murah dan praktis. Kita tinggal memesan darimana dan mau kemana, maka tarif akan muncul. Untuk kota Bandung, terobosan ini cukup membantu terutama ketika kondisi lalu lintas macet parah, angkutan berbasis aplikasi dengan moda motor atau disebut ojek online jadi primadona. Maka angkot telah semakin jauh ditinggalkan. Entah apa perasaan mereka para pengemudi ketika melihat orang-orang lebih banyak menggunakan ojek online, mereka tak bisa berbuat apa-apa. Pemerintah? Sepertinya kehabisan akal untuk mengatasi kondisi ini, apakah akan membantu memperbaiki kondisi industri angkot atau 'membunuhnya perlahan-lahan'. Sudah banyak pengusaha yang lebih memilih menjual angkot-angkot mereka dengan alasan biaya operasional tidak sebanding dengan pendapatan yang diperoleh. "saya akan jual saja angkot saya" begitu kata seorang pengusaha yang telah berkecimpung dalam industri angkot selama lebih dari belasan tahun. Tingginya kepemilikan motor, pembiaran angkutan berbasis aplikasi dan pengembangan sistem angkutan massal baru telah menghancurkan industri angkot di kota Bandung. Akan kah industri ini kembali berputar dan berjaya seperti tahun 1980an? Rasa-rasanya sudah tak mungkin, roda kehidupan tak berputar lagi disini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cabut Bungsu

Saya baru tahu ada gigi yg baru tumbuh saat sudah kita dewasa. Gigi bungsu namanya. Letaknya paling belakang.  Dulu saya sering menghitung j...