Sabtu, 30 April 2016

Volendam: Keheningan Desa Nelayan Di Utara Amsterdam


Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui, sekali jalan dua tiga tempat dikunjungi. Setelah perjalanan yang melelahkan dari Paris ke Amsterdam, pagi itu kami berencana menghabiskan sisa hari dengan mengunjungi desa nelayan di Utara Amsterdam, desa wisata Volendam, sebuah desa nelayan yang cukup terkenal. Kami tiba subuh di Amsterdam, itu memberi kami kesempatan untuk sarapan di kafe All Star steakhouse seberang stasiun Amsterdam Centraal, itu karena seorang lelaki tua memanggil-manggil setiap orang yang lewat agar mampir ke cafe itu, sambil menunjukkan menu yang ditawarkan, mungkin dia pemiliknya. Kami lihat ada menu halal, maka mampirlah kami. Setelah mengisi perut dengan menu telur ceplok, roti, dan kacang kami langsung menuju stasiun central, di situlah bus 316 tujuan Volendam-Edam berada, dari keterangan di google maps, perjalanan ke sana akan ditempuh selama lebih kurang 30 menit. Sesuai dengan jadwal, bus tersebut tiba di halte, tidak perlu menunggu lama, bus langsung melaju menuju Volendam lewat jalan S116 lalu masuk ke terowongan bawah air IJtunnel menyeberangi Buiten-IJ, saya baru sadar kalau jalan kami menyeberangi perairan lewat terowongan waktu perjalanan pulang, hebatlah negeri ini kalau yang berurusan dengan infrastruktur air.
Bus ke Volendam
Volendams Museum 
Disambut matahari terbit di tepi desa
Suasana pagi di desa Volendam
Aktivitas nelayan membongkar ikan
Kapal wisata
Sekitar 30 menit perjalanan bus sampai di Volendam, kami turun di halte Julianaweg atau Centrum lalu mulai menyusuri jalan Zeestraat menuju ke pinggir pelabuhan. Hari masih pagi, dan suhu udara masih dingin, beberapa toko baru saja buka, bangunan di desa ini sebagian tampak bangunan lama, sebagian lagi adalah rumah-rumah baru, ciri khas Volendam, kecil dan berdempet. Tiba di pinggir pelabuhan, kami disambut aktivitas nelayan yang sedang membongkar ikan hasil tangkapan mereka. Matahari baru saja terbit waktu itu, hembusan angin dingin memaksa saya mengenakan kembali sarung tangan yang tadi disimpan, puluhan burung camar terbang kesana kemari. Tampak dua kapal wisata juga bersender di pinggir dermaga.

Kolam pelabuhan bagi kapal-kapal nelayan
Salah satu studio foto dengan baju tradisional Belanda di Volendam
Mencoba fasilitas teropong di pinggir Markemeer
Di sisi jalan utama desa itu yang yang juga menjadi tanggul pelindung banjir bagi desa itu, beberapa toko souvenir sudah buka, toko itu juga menyediakan studio foto dengan pakaian khas belanda, banyak sekali foto-foto tokoh-tokoh dan artis Indonesia yang mereka pajang, puluhan bahkan ratusan, tak perlulah saya sebutkan satu persatu. Saya? tak tertarik ber-foto-foto seperti itu. Saya sempat mencoba menggunakan fasilitas teropong yang disediakan di pinggir Markermeer, dengan memasukkan uang koin 1 euro saya bisa melihat desa Marken di seberang sana.
Beberapa cafe di pinggir pelabuhan
Gereja Vincentius
Pelabuhan yatch di Marinahaven
Kami terus melanjutkan perjalanan mengelilingi desa kecil itu. Tampak di beberapa rumah dipasang iklan dijual, desa yang sepi, sebuah gereja tua Vincentiuskerk berada di antara rumah penduduk. Kami lalu menuju ke Marinapark dan melewati pelabuhan yatch Marinahaven, puluhan kapal layar bersandar di pelabuhan itu, sebuah kafe Marina Volendam juga berdiri di tengah pelabuhan itu. Sebenarnya di dekat situ juga ada pabrik sepatu khas belanda dan pabrik keju Alida Hoeve, namun itu masih terlalu pagi untuk mereka buka, kami lalu memutuskan mengakhiri perjalanan dan kembali ke Amsterdam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cabut Bungsu

Saya baru tahu ada gigi yg baru tumbuh saat sudah kita dewasa. Gigi bungsu namanya. Letaknya paling belakang.  Dulu saya sering menghitung j...